Metode Pemberian Tugas, Peningkatan Motivasi dan hasil Belajar

/ On : 4:09 AM/ Terimakasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang sederhana ini. Semoga memberikan manfaat meski tidak sebesar yang Anda harapakan. untuk itu, berikanlah kritik, saran dan masukan dengan memberikan komentar. Jika Anda ingin berdiskusi atau memiliki pertanyaan seputar artikel ini, silahkan Tinggalkan Comentar Anda.
BAB. I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang Masalah
Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia menekankan pada pengembangan ketrampilan berbahasa. Beberapa pengamat dan ahli pendidikan menyatakan, bahwa mengembangkan sikap yang  positif dan terampil dalam berbahasa  bagi siswa itu penting, tetapi juga sulit dilaksanakan (Driyakarya, 1980; Mutosa, 1980; Mangunwijaya, 1980; Dewantara, 1977). Begitu juga untuk pengembangan keterampilan berbahasa membutuhkan waktu yang relatif lama. Oleh karena itu perlu di pilih metode yang tepat guna untuk mengembangkan sikap positif siswa dalam  berbahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di kelas. Didalam kaitannya dengan hal ini, untuk peningkatan mutu pendidikan UUD 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan yang baik dan bermutu dalam semua jenis, jalur dan jenjangnya yang berlandaskan tata nilai GBHN diharapkan dapat melahirkan manusia-manusia yang menjiwai Pancasila dan UUD 1945.
Hasil belajar dapat dikatakan sebagai tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran. Vaizey (1987) mengatakan bahwa, proses belajar diartikan secara sempit sebagai penguasan materi pelajaran di dalam kelas yang dinyatakan dalam rapat. Secara luas prestasi belajar dikaitkan dengan jenjang sekolah yang telah berhasil di tamatkan dengan di perolehnya Tanda Tamat Belajar yang lazim disebut ijazah.
Ngalim (1990), dalam bukunya menyebutkan bahwa prestasi belajar merupakan suatu nilai yang menunjukkan hasil belajar yang dicapai menurut kemampuan anak dalam mengerjakan sesuatu saat itu. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain, intelegensi, motivasi, minat dukungan guru dan teman sekolah.
Tilaar (1989:5) mengemukakan bahwa sebagai masyarakat mengkhawatirkan rendahnya mutu pendidikan dewasa ini. Salah satu penyebabnya adalah motivasi belajar yang rendah, karena guru tidak memanfaatkan sumber belajar secara maksimal. Kaitan dengan hasil belajar, salah satu upaya agar menjadi baik ialah dengan meningkatkan ketertiban dalam proses belajar mengajar. Dengan memberikan tugas kepada siswa baik secara individu maupun kelompok.
Secara umum, pembicaraan pendidikan di Indonesia berkaitan dengan masalah kualitas, kuantitas, efisiensi relevansi serta masalah-masalah khusus lainnya (Santoso, 1980).
Keprihatinan di bidang pendidikan akhir-akhir ini terletak pada mutu keluaran yang rendah. Keprihatinan demikian dapat diamati dari apa yang di amanatkan oleh Peraturan Pemerintah RI Nomer 19 tentang standar Nasional Pendidikan
Salah satu penanda mutu keluaran lembaga pendidikan dinyatakan dalam bentuk nilai prestasi belajar. Prestasi belajar pada peserta didik mencerminkan adanya proses belajar mengajar. Proses merupakan isi pokok (substance) pendidikan. Oleh karena itu, sebagaimana perkembangan menunjukkan, bahwa setepatnya semua komponen yang terdapat di dalam pendidikan diabdikan demi terjadinya proses belajar dalam diri peserta didik. Peristiwa belajar berhubungan dengan hasil belajar (Wittrock, 1985).
Agaknya terdapat kesepakatan di kalangan pakar pendidikan, bahwa upaya untuk mencapai hasil belajar yang baik adalah dengan meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam proses belajar mengajar melalui pemberian tugas dan memberikan motivasi dalam belajar. Cara Belajar Siswa Aktif (Student Active Learning) yang menarik perhatian begitu banyak kalangan pendidikan, mencerminkan adanya kesepakatan tersebut (Cony Semiawan, et al, 1987). Beberapa kebijakan juga telah diambil pemerintah, diantaranya dikembangkannya Pendidikan Dasar 9 tahun dan penyempurnaan kurikulum 1994 menjadi kurikulum Berbasis Kompetensi, serta dalam waktu yang tidak terlalu lama KBK disempurnakan lagi menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Juga dengan dikeluarkannya Undang-Undang RI Nomer 20 tahun tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian tentang “pengaruh pemberian tugas dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar” penting untuk dilakukan.


1.2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Apakah siswa yang diberi tugas memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dari pada siswa yang tidak diberi tugas?
2.    Apakah siswa yang motivasi berprestasinya tinggi memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dari pada siswa yang motivasi berprestasinya rendah ?.
3.    Apakah terdapat interaksi antara pemberian tugas dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar ?.

1.3.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1.    Pengaruh pemberian tugas terhadap hasil belajar,
2.    Pengaruh motivasi berprestasi yang tinggi dan rendah terhadap hasil belajar,
3.    Interaksi antara pemberian tugas dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar.

1.4.    Hipotesis Penelitian
Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengaruh pemberian tugas dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar adalah sebagai berikut :
1.    Metoda pemberian tugas berpengaruh terhadap hasil belajar,
2.    Motivasi siswa berpengaruh terhadap hasil belajar,
3.    Fasilitas pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar,
4.    Kompetensi guru berpengaruh terhadap hasil belajar,

1.5.    Pentingnya Penelitian
Melalui penelitian diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
1.    Manfaat Teoritis
1)    Informasi-informasi konkrit mengenai sumbangsih perlakuan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa. Kebermaknaan informasi dapat ditinjau dari segi parktik, teoritik maupun normatif.
2)    Merupakan salah satu masukan bagi penyusunan rampatan (generalization) disiplin kajian Teknologi Pendidikan, yang berkenaan dengan proses belajar mengajar.
2.    Manfaat Praktis
1)    Sebagai dasar pertimbangan alternatif peningkatan kegiatan belajar mengajar, khususnya di Sekolah Dasar.
2)    Bab IX Standar Nasional Pendidikan Pasal 35 ayat 1 “Standart Nasional pendidikan terdiri atas : Standar isi, Proses, Kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

1.6.    Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang muncul dalam permasalahan mengenai pengaruh pemberian tugas dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar, maka dalam penelitian ini permasalahan dibatasi sebagai berikut :
1.    Pengaruh terhadap hasil belajar hanya ditinjau dari metode pemberian tugas dan motivasi siswa,
2.    Metode dengan pemberian tugas kepada siswa dan dengan tidak memberikan tugas pada siswa
3.    Motivasi siswa dilihat dari sisi motivasi untuk berprestasi,
4.    Hasil belajar siswa dilakukan dengan evaluasi khusus pada semester I.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1.    Kajian Teori
Dalam bab ini, pembahasan akan difokuskan pada kajian terhadap metode mengajar motivasi berprestasi, hubungan antara metode mengajar dengan hasil belajar, pengaruh perbedaan cara pemberian tugas dan hasil belajar, serta rangkuman.
1.    Metode Mengajar
Di dalam proses pendidikan, terdapat tiga faktor penting, yaitu :
Peserta belajar, pengajar dan isi pengajar (subject matter). Peserta belajar (untuk selanjutnya disebut siswa) merupakan peserta didik yang dinilai sebagai faktor terpenting. Pengajar diperlukan untuk membantu membimbing siswa di dalam proses pendidikan. Sedangkan penyampaian bahan pelajaran dari pengajar kepada siswa dilakukan melalui metode mengajar. Oleh karena itu, keluaran pendidikan diperoleh melalui metode mengajar (Lardizabel et al, 1978: 17-18). Metode adalah cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan (Surakhmad, 1984: 85). Metode menyangkut cara kerja, obyek yang menentukan metode, dan bukan sebaliknya (Hassan, 1977: 16)
Mengajar merupakan usaha guru untuk mengatur lingkungan sehingga terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya termasuk guru, media pengajaran dan sebagainya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai (Nasution, 1982: 54). Mengajar adalah mengorganisasi belajar (Mursell, 1954: 10). Mengajar adalah menyampaikan ilmu pengetahuan, menanamkan sikap dan nilai-nilai, membimbing siswa supaya belajar berhasil (Engkoswara, 1984: 1). Mengajar bukan berarti melakukan sesuatu bagi siswa, tetapi lebih berupa menggerakkan siswa melakukan hal-hal yang dimaksudkan menjadi tujuan pengajaran.
Metode mengajar merupakan prosedur tata cara yang digunakan untuk menyajikan isi pengajar guna membantu siswa belajar. Secara singkat, metode mengajar pada hakekatnya adalah suatu cara. Dengan cara itu pengajar berupaya menghasilkan belajar yang diinginkan (Clark, 1981: 24). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh pengajar untuk mengajarkan satuan mata pelajaran dengan memusatkan pada keseluruhan proses atau situasi belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sebagai kegiatan membantu siswa belajar, maka metode mengajar harus berpedoman pada kaidah–kaidah belajar aktif, sehingga perhatian utama ditujukan kepada siswa yang belajar. Guna menentukan atau memilih metode mengajar, pengajar memiliki kebebasan untuk memilih metode pengajaran yang hendak diterapkan (Nolker, 1983: 19). Sekurang-kurangnya terdapat lima faktor yang dapat membantu pengajar di dalam menentukan metode mengajar. Lima faktor tersebut adalah (a) tujuan pengajaran, (b) sifat bahan pengajar, (c) sifat peserta didik, (d) perlengkapan dan fasilitas sekolah, dan (e) pengajar  (Lardizabal et al., 1978: 20).
Metode mengajar dinyatakan tepat guna apabila metode tersebut (a) memanfaatkan kaidah–kaidah belajar, (b) mendayagunakan aktifitas diri siswa, (c) mempertimbangkan perbedaan individual, (d) merangsang berfikir, dan (e) memberikan kesempatan tumbuh dan berkembang (Lardizabel et al., 1978: 25). Oleh karena ketepatgunaan suatu metode mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor, maka pada dasarnya tidak terdapat metode mengajar yang terbaik. Dengan kata lain, seorang pengajar dikatakan cakap (competent) apabila dia memiliki khasanah cara penyampaian yang kaya dan dalam pada itu dia memiliki kriteria yang dapat dipergunakan untuk memilih cara-cara yang tepat (Raka Joni, 1983: 17). Dengan memahami sifat-sifat umum yang terdapat pada setiap metode mengajar, yang kemudian dikaitkan dengan faktor–faktor yang berpengaruh, maka dapat ditemukan metode mengajar yang memadai.

2.    Metode Mengajar dengan Pemberian Tugas
    Terdapat dua istilah yang sering ditukar-pakaikan di dalam membahas metode pemberian tugas, yaitu assignment dan recitation. Namun demikain, kedua istilah tersebut sebenarnya tidak sama. Di masa lalu, tugas (assignment) sering disamakan dengan pekerjaan rumah (PR). Para pengajar sekarang memandang tugas suatu pekerja yang harus dilakukan baik dirumah maupun dikelas (Lardizabal, 1978: 236). Aquino (1973: 236) menyebutkan bahwa tugas (assignment) merupakan suatu pekerjaan, yang diberikan oleh pengajar kepada individu atau kepada kelas. Demikian juga Shipley (1964: 87) menyatakan : “An assignment is a job,a piece of work, or a task given out by a teacher to an individual or to the class”.
    Resitasi (recitation) didefinisikan sebagai suatu tindakan mengulangi dari ingatan, suatu penghapalan pelajaran (Lardizabal, 1978: 245). Tekanan yang diberikan pada resitasi adalah penghapalan atau latihan. Meskipun demikian, Winarno Surachmad menyamakan antara tugas dalam arti assigment dengan resitasi (Surachmad, 1965: 104). Resitasi merupakan penyajian kembali atau penimbulan kembali apa-apa yang dimiliki, diketahui atau dipelajari (Ulihbukit Karo-karo et.al., 1984). Selanjutnya penulis lain belakangan ini menyamakan antara metode pemberian tugas belajar resitasi sebagai cara penyajian bahan pelajaran dengan menugaskan pelajar–pelajar mempelajari sesuatu yang kemudian harus dipertanggungjawabkan. Tugas yang diberikan oleh guru dapat memperdalam bahan pelajaran, dapat mengembangkan bahan yang telah dipelajari  (Ulihbukit Karo-karo, 1984: 39).
    Tugas dalam artian assigment dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh peserta didik, yang diberikan oleh pengajarnya untuk mencapai tujuan pengajaran. Hasil tugas tersebut dipertanggungjawabkan kepada pengajar. Penyelesaian tugas ini tidak terikat dengan tempat, bisa dikelas, bisa di laboratorium, di perpustakaan ataupun di rumah.
    Meskipun metode pemberian tugas memiliki kebaikan–kebaikan tersebut, metode ini juga memiliki kelemahan. Diantaranya adalah (a) seringkali siswa melakukan penipuan di mana dia hanya meniru atau menyalin hasil pekerjaan orang lain tanpa mengalami peristiwa belajar, (b) ada kalanya tugas itu dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan, (c) apabila tugas terlalu sering diberikan,apabila bila tugas–tugas itu sukar dilaksanakan oleh siswa, keterangan mental mereka dapat terpengaruh, dan (d) sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual (Surakhmad, 1965: 105).
    Menyadari akan kelemahan–kelemahan tersebut, maka perlu digunakan cara-cara yang dapat mengawasi proses penyelesaian tugas oleh siswa. Dengan demikian akan benar-benar terjadi proses belajar dalam diri siswa. Salah satu cara untuk menjaga agar benar–benar terjadi proses belajar dalam diri siswa, dalam menggunakan metode pemberian tugas adalah dengan meminta mereka mengerjakan di kelas dengan pengawasan. Menurut Shipley et al.,1964: 88-89). Enam karakteristik tugas yang baik adalah (a) tugas harus memiliki tujuan yang jelas, (b) tugas harus di ikuti penjelasan tentang apa yang harus di kerjakan, bagaimana melakukan, kapan dilakukan dan mengapa dilakukan, (c) tugas harus spesifik agar memungkinkan untuk diukur hasilnya bila telah diselesaikan, (d) tugas sebaiknya agak besar atau menyeluruh dari pada tugas yang terpisah–pisah tak berkaitan, (e) tugas diberikan tugas-tugas khusus bagi mereka yang dikecualikan.

3. Hubungan antara Metode Mengajar dengan Hasil Belajar
    Menurut Brubacher (1966: 167) metode mengajar mempengaruhi proses belajar. Selanjutnya juga dinyatakan bahwa masalah metode pengajaran merupakan masalah penggunaan cara untuk motifasi belajar, sehingga belajar akan terjadi dengan mudah. Semakin baik metode mengajar, semakin efektif pula pencapaian tujuan pelajaran (Surakhmad, 1982: 96). Tjiptosasminto (1980: 11) menyatakan bahwa sistem penyampaian yang di pilih oleh guru akan menentukan mutu interaksi yang terjadi, dan mutu interaksi ini akan menentukan hasil belajarnya. Dalam hubungan antara jenis metode dengan motifasi belajar, Nasution (1982: 10–21) menyatakan bahwa pemilihan metode mengajar tertentu akan meningkatkan motivasi, dan motivasi ini merupakan kunci belajar efektif.
    Hubungan antara mengajar dengan belajar bagaikan dua sisi dari mata uang yang satu. Metode membantu belajar, oleh karena itu, sebagaimana diajarkan oleh para pakar psikologi, terdapat banyak cara belajar yang berbeda–beda. Metode mengajar merupakan pemandu yang penting bagi peserta didik (Lardizabel et al., 1978: 19). Metode mengajar berfungsi sebagai jembatan antara peserta didik dengan bahan pengajaran. Jembatan ini memungkinkan peserta didik untuk menjangkau bahan pelajaran. Metode membuat belajar lebih mudah. Dalam batas–batas tertentu, berhasil atau tidaknya peserta didik mencapai tujuan pengajaran, akan bergantung pada metode mengajar. Dengan memilih metode mengajar yang tepat untuk sesuatu tujuan, sesuatu bahan pengajaran dan pertimbangan lainnya, maka proses belajar–mengajar tidak monoton. Guru menyesuaikan metode yang di terapkan berdasarkan tujuan yang akan dicapai, sehingga dapat memotivasi dan memudahkan peserta didik dalam belajar.

4. Pengaruh Perbedaan Cara Pemberian Tugas Terhadap Hasil Belajar
    Tugas dapat diklasifikasikan dengan banyak cara. Dalam kaitannya dengan tugas yang diberikan kepada siswa bersifat tugas perseorangan atau tugas kelompok. Tugas perseorangan sangat menyita waktu dan tenaga pengajar, sebab harus mempertimbangkan kebutuhan, minat, kemampuan dan tingkat prestasi siswa masing–masing. Tugas kelompok (kecil) harus dikaitkan pula dengan kebutuhan, minat dan kemampuan siswa yang menjadi anggota (Lardizabal, 1978: 240).
    Pada tahun-tahun belakangan ini, terdapat kecenderungan untuk memperdebatkan metode belajar kelompok dan metode belajar individual, yang realisasinya dalam bentuk pemberian tugas perseorangan dan tugas kelompok. Menurut Romiszowski (1981: 326) terdapat dua alasan atas kecenderungan tersebut, yaitu : (a) kedudukan filsafat dasar yang berkenaan dengan sifat dasar (nature) belajar, dan (b)  adanya suatu kecenderungan untuk menerapkan pengalaman-pengalaman praktis dari lapangan pengajaran khusus ke dalam konteks yang lebih luas. Frasa “si pelajar sendiri yang harus melakukan belajar dan tak seorangpun dapat melakukannya untuk dia” merupakan pernyataan yang sering dikutip. Hal ini menyiratkan pengertian bahwa si pelajar harus melakukan sendiri belajarnya. Para pengajar dapat membantu si pelajar untuk belajar, dan ini dapat mereka lakukan dengan berbagai cara (Romiszzowski, 1986: 19). Dalam batasan ini, pemberian tugas baik secara perseorangan maupun kelompok hanya merupakan salah satu dari sekian banyak cara membantu si pelajar untuk belajar.
Pemberian tugas dapat diamati sebagai bentuk penilaian (formatif). Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Suryabrata (1987: 317–318), bahwa terdapat banyak cara penilaian, ada yang dengan jalan testing, ada dengan jalan menyuruh melakukan sesuatu tugas tertentu dan lain–lain.
    Sebagai penilaian, pemberian tugas memiliki dasar–dasar didaktik. Ditinjau dari segi peserta didik, pengetahuan akan kemajuan–kemajuan yang telah di capai pada umumnya berpengaruh baik terhadap pekerjaan–pekerjaan selanjutnya. Artinya pengetahuan tersebut menyebabkan prestasi–prestasi yang selanjutnya itu lebih baik (Suryabrata, 1987: 323). Mursel (1946: 267-269) melaporkan pekerjaannya tentang pengaruh pengetahuan akan kemajuan yang dicapai dalam belajar dan bekerja terhadap peningkatan prestasi selanjutnya. Temuannya menunjukkan adanya pengaruh positif bagi para siswa yang selalu mengetahui akan apa yang telah dicapainya. Pengetahuan akan kemajuan yang dicapai, akan lebih dirasakan apabila kemajuan tersebut bukan merupakan hasil kerja individual, maka si individu tidak dapat meng “klaim” bahwa itu merupakan hasil atau kemajuannya sendiri.

5. Pengaruh Pemberian Tugas terhadap Hasil Belajar
    Pemberian tugas merupakan sarana yang baik untuk merangsang dan mengarahkan kegiatan belajar, baik didalam maupun diluar kelas. Tugas membantu para siswa mengembangkan sikap yang baik (favorable) terhadap pekerjaan yang dilakukan. Melalui penyelesaian tugas, para siswa mendapat kepercayaan diri karena pencapaiannya, dan setiap tugas yang diselesaikan dipandang sebagai motivasi untuk mengerjakan lebih baik pemberian tugas dapat merupakan sarana untuk mengembangkan kebiasaan belajar yang baik dan kerja yang tidak tergantung (Lardizabel et al,. 1978: 236)
    Dalam hubungan antara metode pemberian tugas dengan kegiatan belajar. Aquino (1974: 236), menyatakan bahwa meskipun perencanaan dan penyelenggaraan penugasan merupakan pekerjaan yang sulit untuk guru–guru tertentu, usaha ini dapat memberikan keuntungan yang besar, dalam artian perkembangan para siswanya. Guna mendapatkan dukungan bukti–bukti empirik tentang manfaat tugas bagi peningkatan hasil belajar, berikut diketengahkan beberapa penelitian yang telah di lakukan beserta temuannya.
    Simmons (1970) melaporkan penelitian yang diselenggarakan di Tunisia untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sebagai variabel dependennya adalah hasil belajar bahasa, pada siswa–siswa diperkotaan. Temuan penelitiannya baik pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah, menunjukan adanya hubungan positif yang signifikan (p < 0,05) antara pemberian tugas dengan peningkatan hasil belajar bahasa. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian adalah regresi ganda.
    Thorndike (1973) melaporkan hasil penelitiannya di Chile dengan populasi penelitian murid–murid sekolah dasar. Sebagai variabel dependennya adalah hasil belajar membaca dan science (IPA), Dalam hal ini biologi. Thorndike menggunakan teknik analisis regresi ganda. Temuan penelitiannya adalah bahwa terdapat hubungan atau pengaruh positif antara pemberian tugas (assigment) dengan hasil belajar mata pelajaran membaca dan biologi, pada tingkat signifikansi (p < 0,05). Masih penelitian di Chili, di sekolah menengah Schiefelbein Farrell (1973) melaporkan penelitiannya tentang pengaruh pemberian tugas terhadap peningkatan hasil belajar pada mata pelajaran bahasa dan matematika. Temuan penelitiannya adalah bahwa terdapat pengaruh yang signifikan (p < 0.05) pemberian tugas terhadap meningkatan hasil belajar bahasa dan matematika.
    Heynema dan Loxely (1983: 1162–1194) menyelenggarakan penelitian mengenai hubungan antara tugas dan hasil belajar. Penelitiannya dilakukan di Botswana untuk jenjang pendidikan dasar. Dua mata pelajaran yang dijadikan penelitian adalah hasil belajar mata pelajaran membaca dan matematika. Melalui penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara pemberian tugas dengan peningkatan hasil belajar.
    Comber dan Keeves (1973) melaporkan sekaligus tiga penelitiannya di Iran, India dan Thailand. Sebagai variabel dependennya adalah hasil belajar membaca dan IPA (science). Ternyata tidak terdapat keajegan dalam temuan penelitian ini. Pada kasus di Iran, di temukan hubungan positif yang signifikan (p < 0.05). Sedang pada kasus di India dan Thailand, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian tugas dengan peningkatan hasil belajar membaca dan IPA. Penelitian yang memerlukan ujian yang keseluruhan (comprehensive exam) sebagai variabel dependen dilakukan di Brazilia. Penelitian itu berpopulasi siswa di pedesaan. Temuannya menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pemberian tugas dengan hasil belajar pada keseluruhan mata pelajaran pada taraf signifikan (p < 0.05), sebagai di laporkan (Armitage et al., 1986).
    Sumadji Sastrosuparno (1986) melakukan penelitian tentang pengaruh tugas pekerjaan rumah terstruktur terhadap prestasi belajar. Perlakuan pemberian tugas pekerjaan rumah terstruktur kepada siswa dilakukan setiap selesai kegiatan kuliah pada mata pelajaran biologi vertebrata selama satu semester. Rancangan penelitian ini adalah pre–post test dengan dua kelompok, yaitu kelompok R1 sebagai kelompok eksperimen dan kelompok R2 sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa yang mendapatkan tugas pekerjaan rumah tersruktur dengan siswa yang tidak mendapatkan tugas.
    Penelitan–penelitian tersebut, menunjukkan bahwa enam dari sembilan studi menemukan frekuensi atau adanya pemberian tugas (assigment maupun homework) berhubungan secara positif dan sinifikan dengan hasil belajar.

6. Motivasi Berprestasi
    Bahasan mengenai motivasi banyak diuraikan di berbagai perpustakaan, yang pada umumnya menyebutkan bahwa motivasi berprestasi didefinisikan sebagai keinginan untuk mencapai prestasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.Murray (1938: 164), mendefinisikan motivasi berprestasi “………the desire or tendency to do things as rapidly and / or aswell as passible ....to accomplish some thing difficult.
    Motivasi berprestasi memiliki landasan teoritik dan empirik yang kokoh dan perilaku ini telah banyak diamati pada bidang bisnis, sekolah dan latar lain. Ahli lain, Ms Grow Hill (1973) berpendapat tentang motivasi berprestasi “Amotive is and inner state that energizer or more (hence motivation) and that directs or channel behavior approach to management san Francisco”. Adapun konsep motivasi berprestasi menurut Mc. Celland, motivasi berprestasi sebagai usaha untuk mencapai sukses yang bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi dalam suatu ukuran keunggulan. Selanjutnya dalam berbagai percobaan, Mc. Celland mengatakan bahwa individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi apabila dihadapkan pada tugas–tugas yang komplek cenderung melakukannya semakin baik, sehingga apabila mereka berhasil nampak antusiasi untuk menyelesaikan tugas–tugas yang lebih berat dan lebih baik. Jadi, orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi mempunya sikap yang positif terhadap situasi yang mendukung terjadinya motivasi berprestasi.
    Atas dasar pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi timbul dari adanya kebutuhan yang sifatnya internal kemudian timbul suatu energi atau dorongan untuk memuaskan kebutuhan agar ketegangan yang berlangsung dapat hilang atau berkurang, pemuasan terhadap kebutuhan yang terpenuhi dihadirkan obyek pemuasan yang ada pada dunia eksternal.
    Dececco dan Crawford (1977), mengemukakan bahwa motivasi berprestasi merupakan harapan untuk memperoleh kepuasan dengan menguasai tantangan dan permorfasi yang sulit. Hal ini sejalan dengan pendapat Winkel (1987), motivasi belajar yang tinggi demi memperoleh kepuasan. Menurut konsep Haditomo (1979), motivasi berprestasi adalah “The dispotin to strive for achievment in relation ot evaluate standart of exellence”, bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi akan berusaha untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah di kerjakan. Sependapat dengan apa yang dikemukakan di atas, Mc. Dougall dan Hill menganggap motivasi berprestasi adalah faktor internal. Sedangkan Deci dan Hint (dalam Petri, 1981) mengemukakan bahwa disamping faktor internal, motivasi berprestasi merupakan faktor eksternal. Motivasi intinya adalah segala sesuatu yang mengerahkan organisme baik itu sumbernya internal (dari dalam) ataupun eksternal (dari luar). Lebih jauh lagi tentang motivasi berprestasi, Mc. Mahon (1986) mengatakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu proses yang mengarah pada pencapaian tujuan.
    Motivasi mempunyai suatu kontruksi dengan 3 karakteristik yaitu : intensitas, arah dan persisten. Artinya, motivasi dengan intensitas yang cukup akan memberi arah untuk melakukan sesuatu secara persisten. Jadi besar kecilnya motivasi tergantung pada intensitasnya (Petri, 1981).
    Motivasi berprestasi berikut ini merujuk pendapat Heckhausen (1967), motivasi berprestasi kecenderungan seseorang untuk meningkatkan atau mempertahankan dalam semua bidang dengan standar kualitas sebagai pedoman. Adapun standar kualitas dalam hal ini antara lain :
1.    Membandingkan prestasi yang di capai oleh orang lain.
2.    Prestasi diri sendiri di bandingkan dengan prestasi sebelumnya.
3.    Melakukan tugas dengan baik.
    Membahas motivasi tidak dapat lepas dengan perilaku secara keseluruhan, karena motivasi adalah proses penyebab timbulnya perilaku. Teori yang membahas motivasi sebagai penyebab timbulnya perilaku dikelompokkan menjadi tiga, diantaranya: teori instink, teori dorongan dan teori kognitif (Weiner dkk, 1972).
    Ngalim, (1984: 64), mengatakan bahwa motivasi adalah suatu yang mendorong seseorang untuk bertindak, melakukan sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak, melakukan sesuatu. Sartam dalam bukunya yang berjudul “psychologi Of human Behaviors”, motif adalah sesuatu persyaratan  yang kompleks didalam suatu organisme yang mempunyai tingkah laku atau perbuatan ke suatu tujuan. Tujuan untuk menentukan membatasi tingkah laku organisme. Dalam hal ini kontivasi sangat penting dan mutlak untuk belajar. Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat maka akan tercapai prestasi yang diinginkan. Adapun motivasi menurut Ngalim (1984: 69), dibedakan atas dua dorongan di antaranya, motivasi intrinsik apabila nilai–nilai yang terkandung dalam obyek itu tanpa ada paksaan dari orang lain dengan cirinya tertarik satu mata pelajaran, ingin mendalami dengan sungguh–sungguh menyelidiki dan meneliti. Sedangkan yang kedua, motivasi intrinsik atau dorongan dari luar, motivasi ini ada unsur paksaan dari orang lain denga cirinya ingi cepat lulus, takut di marahi orang tua jika nilai jelek, malu dengan temannya atau takut dimarahi gurunya.
    Motivasi berhubungan erat dengan tujuan, cita–cita, makin berharga atau penting makin kuat motifnya. Fungsi motivasi sebagai penggerak dan pendorong manusia untuk berbuat dan bertindak dalam arti sebagai motor  yang memberi energi atau kekuatan pada seseorang untuk melaksanakan tugas. Motivasi dapat juga membentuk arah perbuatan, tujuan serta cita–cita seseorang dan dapat pula mencegah adanya penyelewengan dari jalan yang harus di tempuh atau dilaksanakan untuk mencapai tujuan dengan mengesampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat.

2.2.    Kerangka Berfikir
    Berdasarkan pada teori yang telah di kemukakan, maka kerangka fikir dalam penelitian ini adalah :



Gambar     1. Kerangka Berpikir



BAB  III
METODE PENELITIAN

3.1.    Desain Penelitian
    Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen. Jenis eksperimen ini dipilih dengan pertimbangan bahwa akan lebih mampu menetapkan hubungan sebab akibat antara dua atau lebih variabel dari pada jenis penelitian lainnya. (Borg dan Gall, 1983: 632) Eksperimen yang dilakukan termasuk pada desain perbandingan kelompok statik (Static Group Comparison) yang dapat di gambarkan sebagai berikut :


                                                             (Arikunto, 1998: 85)
Langkah eksperimen yang dilakukan  pada desain di atas adalah
1.    Kelompok dengan simbol X sebagai kelompok eksperimen diberi perlakuan dan diukur hasil belajarnya (01),
2.    Kelompok lainnya sebagai kelompok kontrol tidak diberi perlakuan, namun langsung diukur hasil belajarnya (02),
3.    Garis putus–putus menunjukkan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dibentuk secara rambang.
    Dalam penelitian ini, pengubahan dilakukan pada cara pemberian perlakuan. Pada desain di atas, hanya satu kelompok saja yang mendapat perlakuan, sedangkan pada penelitian ini kedua kelompok tetap mendapat perlakuan, tetapi berbeda caranya. Pada kelompok eksperimen mendapat perlakuan  berupa penyelesaian tugas secara individu, sedang pada kelompok kontrol mendapat perlakuan berupa penyelesaian tugas secara kelompok. Dengan demikian, keduanya sama–sama mendapat perlakuan dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu, pada dasarnya kedua kelompok ini dapat dipandang sebagai kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II.
Eksperimen yang dilakukan dapat digambarkan sebagai berikut :


Keterangan :
X1   = Kelompok dengan penyelesaian tugas secara individu,
X2   = Kelompok dengan penyelesaian tugas secara kelompok,
O1 = Pengukuran hasil belajar dengan penyelesaian tugas secara individu,
O2 = Pengukuran hasil belajar dengan penyelesaian tugas secara kelompok.

3.2.    Variabel Penelitian
    Variabel–variabel dalam penelitian ini adalah :
1.    Variabel Bebas
 Variabel pertama adalah pemberian tugas (X1), dan variabel kedua adalah motivasi berprestasi (X2).
2.    Variabel Terikat
    Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa (Y).

3.3.    Definisi Operasional Variabel
    Variabel dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut :
1.      Pemberian tugas adalah metode pembelajaran dengan cara penugasan yang di bagi menjadi dua,yaitu pemberian tugas secara individu dan pemberian tugas secara kelompok. Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok untuk menerima perlakuan yang berbeda.
2.      Motivasi berprestasi adalah dorongan dalam diri siswa untuk meraih prestasi belajar yang baik. Motivasi ini diukur dengan alat ukur terstandar, sehingga sampel penelitian yang telah dikelompokkan dalam pemberian tugas akan dikelompokkan lagi menjadi dua, yaitu siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan siswa memiliki motivasi berprestasi rendah.
3.      Hasil belajar adalah nilai yang didapatkan oleh sampel penelitian melalui evaluasi khusus dengan memberikan soal yang dikerjakan secara individu untuk kelompok pemberian tugas secara individu dan secara kelompok untuk kelompok pemberian tugas secara kelompok. Hasil belajar tersebut akan dikelompokkan lagi dengan melihat motivasi berprestasi dalam diri siswa antara yang tinggi dan yang rendah.


3.4.    Instrumen Pengukuran Variabel
    Berdasarkan pada permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini dirancang untuk menemukan ada tidaknya pengaruh dari dua variabel bebas terhadap satu variabel terikat.
    Analisis yang dilakukan adalah untuk menemukan pengaruh antara
(1)    pemberian tugas secara individu dan kelompok terhadap hasil belajar,
(2)    motivasi berprestasi yang tinggi dan rendah terhadap hasil belajar, dan
(3)    interaksi antara pemberian tugas dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar.
Rencana penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
         B
        A    B1    B2
A1    Y    Y
A2    Y    Y

Gambar 2, Rancangan Penelitian
Keterangan :
A1      =        siswa yang diberi tugas individu
A2      =        siswa yang diberi tugas kelompok
                  B1      =        siswa yang motivasi berprestasi tinggi
B2      =        siswa yang motivasi berprestasi rendah
Y        =         hasil belajar Bahasa Indonesia

3.5.    Subyek Penelitian
1.    Populasi
    Jumlah siswa kelas IV SD Negeri 4 Baler Bale Agung Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana.
2.    Sampel
    Dari jumlah populasi yang ada sebanyak 40 siswa maka diambil sampel sebanyak 31 % yaitu pengambilan sampel secara berimbang dengan memperhatikan jumlah populasi kelas yang ada. Siswa yang terpilih sebagai sampel, hasil belajarnya dikelompokkan dalam empat sel, yaitu hasil belajar siswa dengan pemberian tugas secara individu dan kelompok, serta motivasi berprestasi siswa yang tinggi dan rendah.

3.6.    Teknik Analisis Data
    Analisis data dalam penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu persyaratan analisis dan uji hipotesis.
1.    Uji Persyaratan Analisis
    Penelitian ini akan melihat pengaruh pemberian tugas yang dikelompokkan menjadi pemberian tugas secara individu dan kelompok dan motivasi berprestasi yang dikelompokkan menjadi tinggi dan rendah terhadap hasil belajarnya. Berdasarkan hal tersebut, maka data–data penelitian harus berdistributor normal dan sampel penelitian berasal dari variasi yang homogen. Untuk itu, data penelitian diuji normalitas dan homogenitasnya.
2.    Uji hipotesis
    Penelitian ini mengajukan tiga buah hipotesis yang akan diuji kebenarannya, yaitu :
1.    Siswa yang diberi tugas kelompok memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dari pada siswa yang diberi tugas individu.
2.    Siswa yang motivasi berprestasinya tinggi memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dari pada siswa yang motivasi berprestasinya rendah.
3.    Terdapat interaksi antara pemberian tugas dan motivasi berprestasi dalam memberikan pengaruh terhadap hasil belajar.
    Ketiga hipotesis tersebut akan diuji dengan menggunakan ANAVA dua jalan. Pada pelaksanaannya, analisis anava dua jalan menggunakan bantuan program SPSS. Hipotesis kerja/alternatif diterima bila taraf signifikansi perhitungan dari program SPSS < 0,05.

1 komentar:

Anonymous said...

boleh tau daftr pustakanya gak???

Post a Comment

Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
 
Copyright © 2015. Literatur Karya Ilmiah . N-A Shop.com
popok cuci ulang | popok cuci ulang | menstrualpad | Biohikmah | clodi banyuwangi| menspad | celana plastik | cloth diapers
Distributor Clodi 2015 Clodi murahCelana Lampin