Metode Demontrasi, Pembelajaran kooperatif, Peningkatan Motivasi, Hasil Belajar

/ On : 4:03 AM/ Terimakasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang sederhana ini. Semoga memberikan manfaat meski tidak sebesar yang Anda harapakan. untuk itu, berikanlah kritik, saran dan masukan dengan memberikan komentar. Jika Anda ingin berdiskusi atau memiliki pertanyaan seputar artikel ini, silahkan Tinggalkan Comentar Anda.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Dalam kegiatan belajar mengajar, unsur proses belajar mengajar memegang peranan yang penting. Mengajar adalah proses membimbing kegiatan mengajar hanya bermakna bila terjadi kegiatan belajar siswa.
Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa agar dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan strategi bagi siswa.
Pengajaran tradisional yang menitik beratkan pada metode imposisi, yakni pengajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh guru bagi siswa. Cara ini tidak mempertimbangkan kesesuaian bahan pelajaran dengan kesanggupan, kebutuhan minat dan tingkat perkembangan serta pemahaman siswa. Guru tidak memperlihatkan motivasi siswa untuk mempelajari bahan–bahan yang disampaikan.
Kenyataan menunjukan bahwa hasil akhir belajar siswa kelas III, yaitu Nilai Ujian Nasional (NUN) khususnya mata pelajaran kelompok IPA tidak pernah mencapai nilai rata–rata 6,00. Hal ini menggambarkan bahwa siswa terhadap pelajaran kelompok IPA (khususnya matematika) masih perlu ditingkatkan, sehingga prestasi belajar siswa untuk mata pelajaran matematika dapat meningkat.
Kegiatan belajar akan berhasil bila didasarkan pada motivasi pada diri siswa. Siswa mungkin dapat dipaksa untuk melakukan sesuatu perbuatan, tetapi ia tak mungkin dipaksa untuk menghayati perbuatan itu sebagaimana mestinya. Guru dapat memaksakan bahan pelajaran kepada siswa tetapi tak mungkin memaksanya untuk belajar dalam arti sebenarnya. Ini berarti, tugas guru yang paling berat ialah berupaya agar siswa mau belajar dan memiliki keinginan (motivasi) belajar terus–menerus.
Tidak semua yang dijelaskan guru dapat diterima oleh semua siswa dengan mudah. Hal ini disebabkan antara lain : (1). Tingkat perkembangan berfikir yang berbeda. Perkembangan berpikir dimulai dari kongkrit menuju abstrak, apa yang dipelajari akan lebih jelas dan mudah dipahami siswa dengan melihat langsung atau melalui alat/benda tiruan yang ditunjukkan (diperagakan/didemonstrasikan) guru. (2). Sifat bahan yang dipelajari tidak semua sama. Ada pelajaran yang menuntut diperagakan atau dipertunjukkan, tetapi ada pula yang tidak untuk lebih memperjelas, untuk yang terakhir inilah perlu demonstrasi, seperti hal–hal yang baru diperkenalkan pada siswa, alat–alat baru apalagi yang rumit dan komplek. (3). Tipe belajar individu yang berbeda. Terdapat tipe belajar ; visual, auditif, motorik, dan campuran. Keempat tipe belajar tersebut secara teoritis saja dan sulit secara pasti dan ekstrim memisahkan yang satu dengan yang lain. Jadi dalam hal ini hanya dilihat dimana kecenderungannya. Apakah visual, auditif, motorik atau rendahnya prestasi belajar siswa disebabkan oleh beberapa siswa antara lain seperti :
1.    Motivasi belajar masih kurang.
2.    Motivasi siswa untuk membaca masih kurang.
3.    Frekuensi siswa dalam belajar masih rendah.
4.    Siswa masih senang menyontek.
5.    Siswa merasa takut pada guru.
6.    Siswa jarang mengajukan pertanyaan.
7.    Kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran kurang.
8.    Siswa jarang melakukan percobaan untuk membuktikan kebenaran atau konsep.

Faktor–faktor guru juga ikut mempengaruhi, seperti :
1.    Kurang memberi motivasi saat PBM.
2.    Sebagian besar masih menyukai metode ceramah.
3.    Sebagian besar masih menganggap kegiatan praktikum banyak menyita waktu.
4.    Kurang disiplin menjaga ketertiban kelas dalam PBM.
5.    Sikap guru terlalu kaku dalam menyampaikan informasi.
6.    Jarang melakukan eksperiman atau demonstrasi didepan siswa.

Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar siswa adalah :
1.    Kurangnya sarana dan prasarana yang ada disekolah seperti perpustakaan, laboratorium dan lain–lain.
2.    Kondisi sekolah yang kurang kondusif.
3.    Kurangnya partisifasi orang tua, baik sebagai motifator minat belajar maupun sebagai penyandang dana pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas penulis berusaha menerapkan modal pembelajaran pelajaran matematika yang dapat meminimalkan faktor-faktor kekurangan siswa, dan meningkatkan prestasi belajar siswa, dalam belajar. Model atau metode pembelajaran tersebut adalah metode demonstrasi pembelajaran kooperatif.

1.2.    Rumusan Masalah.
1.    Apakah ada pengaruh penerapan/penggunaan metode demonstrasi pembelajaran kooperatif terhadap peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Melaya dan siswa kelas VIII SMPN 5 Melaya kabupaten Jembrana tahun ajaran 2007/2008.
2.    Apakah ada pengaruh motivasi belajar terhadap peningkatan prestasi belajar matematika. Siswa kelas VIII SMPN 1 Melaya dan siswa kelas VIII SMPN 5 Melaya kabupaten Jembrana tahun ajaran 2007/2008.
3.    Apakah ada pengaruh penerapan/penggunaan metode demonstrasi pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar terhadap peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Melaya dan siswa kelas VIII SMPN 5 Melaya, kabupaten Jembrana tahun ajaran 2007/2008.

1.3.    Tujuan Penelitian
1.    Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan/penggunaan metode demonstrasi pembelajaran kooperatif terhadap peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Melaya dan siswa kelas VIII SMPN 5 Melaya, kabupaten Jembrana tahun 2007/2008.
2.    Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh motivasi belajar terhadap peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Melaya dan siswa kelas VIII SMPN 5 Melaya, kabupaten Jembrana tahun ajaran 2007/2008.
3.    Untuk mengetahui seberapa besar penggaruh penerapan/penggunaan metode demonstrasi pembelajaran. Kooperatif dan motivasi belajar terhadap peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Melaya dan siswa kelas VIII SMPN 5 Melaya, kabupaten. Jembrana tahun ajaran 2007/2008.

1.4.    Pentingnya Penelitian
Pentingnya penelitian ini :
1.    Guru.
Untuk menambah dan memperluas wawasan guru dalam menggunakan metode demonstrasi pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika di SMP.
2.    Siswa.
Dengan metode demonstrasi pembelajaran kooperatif diharapkan siswa semakin meningkatkan motivasi belajar sehingga prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika juga meningkat.

1.4.    Hipotesis Penelitian
1.    Ada pengaruh penerapan metode demonstrasi pembelajaran kooperatif terhadap peningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Melaya dan siswa kelas VIII SMPN 5 Melaya.
2.    Ada pengaruh motivasi belajar terhadap peningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Melaya dan kelas VIII SMPN 5 Melaya.
3.    Ada pengaruh penerapan metode demonstrasi pembelajaran kooperatif dan motivasi terhadap peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Melaya dan siswa kelas VIII SMPN 5 Melaya.



BAB II
LANDASAN TEORITIK

2.1.    Metode Demonstrasi
Metode Demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya maupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan, (Sudirman, 1991;133). Metode ini baik digunakan untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan atau menggunakan, komponen-komponen yang membentuk suatu, membandingkan sesuatu cara dengan cara yang lain, dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu Pembelajaran Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan penjabaran ide lama yaitu fakta bahwa seseorang didalam belajar memerlukan teman. Prinsip utama pembelajaran kooperatif adalah usaha pencapaian tujuan dilakukan secara gotong–royong atau kooperatif, yang mana hasil kerja kelompok ditentukan oleh kebersamaan dari seluruh anggota kelompok. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab terhadap pencapaian kelompok, sekaligus pencapaian individu didalam kelompok.
Kegiatan pembelajaran kooperatif dilakukan dengan membentuk kelompok heterogen dalam hal kemampuan akademis yaitu perpaduan anak dengan kemampuan akademik yang tinggi, sedang dan rendah.
Model pembelajaran kooperatif memiliki lima unsur utama (Lie 1999 ; 32), yaitu :
1.    Saling ketergantungan positif.
2.    Tanggung jawab perseorangan.
3.    Komunikasi antar anggota.
4.    Tatap muka.
5.    Evaluasi proses kelompok.

    Dengan pembelajaran kooperatif diharapkan terjadinya interaksi positif antar semua anggota kelompok, sehingga setiap individu merasakan bahwa pekerjaan (belajar matematika) itu tidak sulit dan menyenangkan, karena dilakukan secara bersama dengan teman sebaya. Hal ini sesuai tingkatan perkembangan anak seusia anak SD yang belum mandiri dan masih senang berkelompok atau bermain bersama, mengingat kebiasaan sewaktu di TK-nya.

2.2.    Motivasi Belajar
Pembahasan motivasi belajar tidak lepas dengan pembahasan minat belajar. Oleh karena itu pembahasan motivasi belajar ini akan diawali dengan pembahasan minat belajar, “Minat adalah suatu kesediaan atau readiness atau kecenderungan dari seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu” (Indrafachrudi, 1972;96). Dengan kata lain minat itu menentukan sesuatu sikap, yang menyebabkan seseorang berbuat aktif dalam sesuatu lapangan (pekerjaan). Minat terhadap sesuatu pekerjaan merupakan sikap positif terhadap beberapa aspek dari pada lingkungan, misalnya seseorang mempunyai rediness untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap pelajaran, buku–buku dan aktivitas sekolah.
“Minat juga diartikan sebagai rasa tertarik atau simpati terhadap yang dipelajari atau yang diajarkan oleh guru” (Suparno, 1998;17). Dengan kata lain minat bukanlah merupakan sesuatu yang dimiliki oleh seorang begitu saja, melainkan merupakan sesuatu yang dimiliki oleh seorang begitu saja, melainkan merupakan sesutau yang dapat dikembangkan. Apakah seorang anak menaruh minat atau tidak, ini tergantung kepada pengalaman-pengalaman yang diperoleh (Singer, 1987;93).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah suatu rasa lebih suka atau rasa keterkaitan pada suatu aktivitas belajar, tanpa ada yang menyuruh dan dapat dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas belajar.
Selanjutnya Sekinner (1974;450) menegaskan bahwa “Aktivitas belajar yang paling efektif akan timbul bila melibatkan aktivitas mental maksimal“. Aktivitas mental yang maksimal dapat tercapai bila ada minat terhadap belajar, seharusnya diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar antara lain dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan denga cita-cita serta kaitannya dengan bahan pelajaran yang dipelajari.
Pelajaran akan lebih menarik bagi para murid jika mereka diberi kesempatan untuk dapat giat secara mandiri. Kesempatan mempelajari bahan secara mandiri akan memungkinkan mereka dapat lebih meresapi bahan-bahan pelajaran.
Pengajaran yang menarik harus mempertimbangkan minat pribadi siswa. Hal ini memang tidak mudah, akan tetapi, setidak-tidaknya sekolah harus dapat memberikan ruang gerak yang lebih luas terhadap siswa demi kepentingan minat dan perhatian si belajar. Oleh karena itu penyediaan fasilitas belajar seperti perpustakaan akan sangat menunjang hal tersebut.
Begitu juga seperti yang dikemukakan Harry (1949;36) bahwa “pelajaran yang dapat merangsang timbulnya minat dan perhatian siswa adalah pengajaran yang pengajarannya disamaikan dengan menggunakan media. Sebab, bahan pengajarannya yang terdiri atas obyek asli (model, gambar, dan sebagainya) dan symbol seperti kata-kata tertulis dan lisan kemudian disampaikan melalui media dapat untuk meningkatkan aktivitas mental siswa.
Adapun ciri siswa yang mempunyai minat atau motivasi belajar tinggi, dapat dikenali melaui proses belajar mengajar di kelas. Menurut Brown (1971;150) ada delapan ciri siswa yang mempunyai motivasi tinggi, yaitu (1) tertarik pada guru, artinya tidak bersifat acuh tak acuh, (2) tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan, (3) antusiasme tinggi serta dapat mengendalikan perhatian dan energinya kepada kegiatan belajar, (4) ingin selalu tergabung dalam satu kelompok kelas, (5) ingin identitas diri diakui orang lain, (6) tindakan dan kebiasaannya, serta moralnya selalu dalam kontrol diri, (7) selalu mengingat pelajaran dan selalu mempelajarinya dirumah, dan (8) selalu terkontrol oleh lingkungan.
Sejalan dengan pendapat tersebut Sardiman (2000;51) mengemukakan seseorang yang memiliki minat atau motivasi belajar, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) tekun dalam menghadapi tugas atau bekerja secara terus-menerus dalam waktu yang lama, (2) ulet menghadapi kesulitan dan dan tidak lekas putus asa, dan tidak cepat puas dengan restasi yang  diperolehnya, (3) menunjukan minat terhadap macam-macam masalah (belajar), (4) lebih senang bekerja mandiri, (5) cepat bosan dengan tugas-tugas rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang sehingga kurang kreatif), (6) dapat mempertahankan pendapatnya (kalau yakin akan sesuatu) (7) tidak mudah melepaskan hal yang diyakini, dan (8) senang mencari dan memecahkan masalah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan belajar, minat adalah tenaga penggerak yang terpercaya bagi proses belajar. Oleh karena itu, jika kita mampu memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut sedapat mungkin, berarti kita telah membukakan pintu bagi keinginan siswa untuk memperluas pandangannya serta untuk memenuhi tuntutan keinginan belajarnya.

2.3.    Prestasi Belajar.
Secara umum sekolah dikatakan berhasil apabila tingkat prestasi belajar siswanya dalam bentuk rangking yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah lainnya.
Sekolah sebagai salah satu sistem pendidikan secara formal membentuk subyek didik (siswa) untuk meningkatkan prestasi belajar melalui proses belajar mengajar. Prestasi belajar merupakan salah satu tolok ukur untuk memahami tingkat keberhasilan seorang siswa dalam kegiaan proses belajar mengajar yang diikutinya di sekolah. Dengan demikian, proses prestasi belajar seorang siswa dapat ditandai dari hasil balajar dalam batas rangking tertentu. Batasan rangking tersebut, dapat dijadikan ukuran penentuan keberhasilan siswa setelah mengikuti proses pendidikan di sekolah. Misalnya naik kelas, tidak naik kelas atau ketamatan siswa dapat ditentukan dari hasil belajarnya.
Menurut Abdullah (1985:85) bahwa prestasi belajar merupakan indikator kualitas dari pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa. Di sisi lain prestasi belajar siswa merupakan hasil dari satu sistem pendidikan, sehingga tingkat keberahasilannya ditentukan oleh elemen-elemen dari sistem itu sendiri, seperti : motivasi siswa sebagai raw input, dan peranan guru sebagai instrumen input.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia (1976:768) kata prestasi diartikan sebagai “hasil yang dicapai”. Senada dengan pendapat Djamara (1948:16) bahwa “prestasi diartikan sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan dan diciptakan baik secara individual maupun kelompok”.
Berdasarkan batasan pengertian prestasi belajar tersebut, dapat diambil pengertian bahwa prestasi belajar pada dasarnya merupakan hasil yang telah dicapai oleh siswa melalui suatu kegiatan belajar. Kegiatan belajar dapat dilakukan secara individu dan atau secara kelompok, jadi prestasi belajar paling tidak memiliki dua ciri, yaitu adanya suatu tindakan (action) baik yang dilakukan secara individu dan atau secara kelompok serta adanya suatu hasil (output).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.    Rancangan Penelitian
Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, jenis penelitian digunakan oleh peneliti yaitu deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari korelasi antara faktor–faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) artinya setiap subyek penelitian hanya dilakukan dan di ukur dalam suatu waktu yang sama.

3.2.    Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah metode demontrasi pembelajaran kooperatif, motivasi, belajar dan prestasi belajar.

3.3.    Definisi Operasional
1.    Metode Demontrasi
Metode demontrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan cara meragakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya maupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Pembelajaran kooperatif merupakan penjabaran dari fakta bahwa seorang didalam belajar memerlukan teman. Prinsip utama pembelajaran kooperatif adalah usaha pecapaian tujuan dilakukan secara gotong–royong atau kooperatif, yang mana hasil kerja kelompok ditentukan oleh kebersamaan dari seluruh anggota kelompok. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab terhadap pencapaian kelompok, sekaligus pencapaian individu di dalam kelompok.
2.    Motifasi Belajar
Motivasi merupakan suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan kebutuhan yang terjadi pada diri seseorang.

3.    Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan yang dituangkan dalam bentuk nilai (angka). Angka ini merupakan selisih antara pre test dengan post tes.

3.4.    Instrumen Pengukuran Variabel/Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi antara lain metode angket, wawancara, observasi dan tes.

3.5.    Subjek Penelitian.
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa–siswi kelas VIII SMPN 1 Melaya dan Kelas VIII SMPN 5 Melaya. Kab jembrana, Bali.

3.6.    Teknik Analisis Data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik statistik yaitu dengan menggumpulkan data, meringkas dan menganalisa data, bahan yang berupa angka dan menarik kesimpulan yang benar setelah dianalisa.
Alasan menggunakan metode statistik adalah :
1.    Data yang akan dianalisa berwujud angka–angka.
2.    Statistik bersifat matematika dan obyektif sehingga dapat terhindar dari unsur-unsur subyektif.
3.    Statistik bersifat unifersal, sebab dapat digunakan dalam segala bidang penelitian.
4.    Hasil penelitian ini akan digeneralisasi random sampling.
5.    Dengan statistik hasilnya dapat dipertanggung jawabkan masalah dan kesimpulan yang dibuat.

Adapun dalam penelitian, peneliti menggunakan data statistik dengan rumus Chi kuadrat untuk mengetahui ada tidaknya korelasi
           
X² =     N ( ad – bc ) 2
        (a+b)(c+d)(b+d)
   
Keterangan :
    X²    : Chi kuadrat
    N    : Jumlah Sampel
    A,b,c,d    : Frekuensi tiap-tiap sampel tabel 2 x 2
Sedangkan untuk mengetahui tingkat korelasi penelitian menggunakan korelasi tetrakorik yang rumusnya sebagai berikut :
        rt    : Sinus (Ø 90º
        rt    : Koefesien korelasi tetrakorik
        Ø    : Phi
Langkah–langkah penyelesaiannya
1.    Mencari besarnya Phi
Ø =            ad – bc
    (a+b)(c+d)(b+d)       
b.    Mencari koefisien korelasi tetrakorik dari koefisien Phi dengan berkonsultasi pada tabel (korelasi tetrakorik)
rt        : Sinus (Ø 90º)
c.    Hasil korelasi dari persoalan diatas dengan besarnya r
r        : rt x factor koreksi x factor koreksi
d.    Tes signifikan dari koreksi tetrakorik digunakan teknik Chi kuadrat
diperoleh dari rumus X² = ز .N dengan derajat bebas (db) = 1
Kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan tabel X²menggunakan taraf signifikansi 5%
Adapun untuk mengetahui derajat hubungan hasil dari r dikonsultasikan dengan r pada tabel derajat hubungan. Menurut Sutrisno Hadi sebagai berikut L :
“ Antara 0,801 – 1,000    Sangat baik
“ Antara 0,601 – 800           Baik
“ Antara 0,401 – 0,600    Cukup
“ Antara 0,201 – 0,400     Kurang
“ Antara 0,001 – 0,200      Sangat kurang “ 1988:275 )
   

0 komentar:

Post a Comment

Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
 
Copyright © 2015. Literatur Karya Ilmiah . N-A Shop.com
popok cuci ulang | popok cuci ulang | menstrualpad | Biohikmah | clodi banyuwangi| menspad | celana plastik | cloth diapers
Distributor Clodi 2015 Clodi murahCelana Lampin