“MENINGKATKAN PEMAHAMAN FISIKA POKOK BAHASAN BESARAN VEKTOR DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

/ On : 5:57 PM/ Terimakasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang sederhana ini. Semoga memberikan manfaat meski tidak sebesar yang Anda harapakan. untuk itu, berikanlah kritik, saran dan masukan dengan memberikan komentar. Jika Anda ingin berdiskusi atau memiliki pertanyaan seputar artikel ini, silahkan Tinggalkan Comentar Anda.

 BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang Masalah

Kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan kurikulum baru tahun 2006 yaitu KTSP adalah kegiatan belajar mengajar yang mendidik dan melatih siswa supaya aktif, kreatif dan inovatif dalam berbagai aspek pendidikan. Peran guru yang utama adalah sebagai koordinator belajar, perencana tugas bersama, fasilitator, katalisator, pemandu kreatifitas siswa, nara sumber serta penilai kemajuan individu maupun kelompok. Dalam menjalankian tugas dan perannya tersebut guru diharapkan memberikan motivasi kepada siswa, sehingga mempunyai kebebasan berfikir dan bertindak sesuai dengan tujuan pengajaran yang bersifat komprehensif, tidak mementingkan pembentukan pengetahuan saja, tapi juga pembentukan petrampilan dan pembinaan sikap, serta menuntut strategi belajar mengajar yang memungkinkan siswa terlibat secara obtimal.

Namun demikian kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang belum menguasai dan mengaploikasikan konsep-konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tampak dari hasil evaluasi siswa pada materi Besaran Vektor dari K.D 1.2 nilai rata-rata ulangan harian adalah 62 masih dibawah SKM yang ditetapkan yaitu 65.

Keadaan tersebut salah satu sebabnya adalah cara pembelajaran yang dilaksanakan guru masih konvensional yang proses pembelajaran terfokus pada peran guru. Siswa kurang terlibat secara aktif, sehingga siswa kurang termotivasi dalam proses pembelajaran akibatnya kegiatan pembelajaran kurang bermakna .

2. IDENTIFIKASI MASALAH :

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalah dapat di identifikasi sebagai berikut :

  1. Rendahnya prestasi siswa untuk pelajaran Fisika.

2. Metode pembelajaran yang digunakan bersifat konvensional.

3. Pembelajaran Fisika di kelas cenderung monoton.

3. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah diatas pemasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana menerapkan pembelajaran model kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan prestasi belajar fisika?

2. Apakah penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar siswa mata pelajaran Fisika?

4. CARA PEMECAHAN MASALAH

Metode pemecahan masalah masalah yang akan digunakan dalam PTK ini, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievment Divisions) .

Dengan model pembelajaran ini, diharapkan prestasi belajar dan aktifitas siswa dalam pembelajaran Fisika meningkat.

5. TUJUAN PTK

1. Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan pemahaman konsep Besaran vektor di kelas X.F MAN Kota Blitar.

6. MANFAAT PENELITIAN

A. Bagi guru

Melalu PTK ini guru dapat menentukan metode strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan materi pelajaran yang akan dilaksanakan proses pembelajarannya.

B. Bagi siswa

Melalui PTK ini siswa dapat memahami konsep Besaran vektor lebih baik.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Prestrasi Belajar

1. Pengertian Belajar

Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.

Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan akhir dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seserorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru.

2. Pengertian Prestasi Belajar

Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang pengertian prestasi. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas tertentu.

Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar menginginkan hasil yang yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil dengan baik. Sedang pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yan dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu.

3. Pedoman Cara Belajar

Untuk memperoleh prestasi/hasil belajar yang baik harus dilakukan dengan baik dan pedoman cara yang tapat. Setiap orang mempunyai cara atau pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. Pedoman/cara yang satu cocok digunakan oleh seorang siswa, tetapi mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa yang lain. Hal ini disebabkan karena mempunyai perbedaan individu dalam hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran.

Oleh karena itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi faktor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus mempunyai kebiasaan belajar yang baik.

B. Hakikat Fisika

Fisika didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan Fisika tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat Fisika .

Secara rinci hakikat Fisika menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut:

  1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep Fisika selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
  2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep Fisika secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
  3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam Fisika bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
  4. Progresif dan komunikatif; artinya Fisika itu selalu berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya.

Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangka menemukan suatu kebernaran.

  1. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat Fisika merupakan bagian dari Fisika , dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).

C. Motivasi Belajar

Motivasi belajar adalah kondisi psikis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang berarti mendorong seseorang untuk mempelajari sesuatu.

Motivasi juga berarti keseluruhan prestasi atau daya penggerak dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan belajar ( Winkel, 1981 : 45 )

Motivasi adalah dorongan yang tumbuh karena tingkah laku dan kegiatan manusia. Di dalam proses belajar mengajar motivasi merupakan faktor yang sangat penting karena dapat memberikan semangat dan petunjuk bagi peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Lebuh lanjut A. Tabrani Rusyan, dkk dalam bukunya : Pendataan Dalam Proses Belajar Mengajar, halaman 99 mengatakan: “Motivasi adalah penggerak tingkah laku kearah suatu tujuan dengan didasari adanya suatu kebutuhan”.

Pada bagian lain ( Pasaribu dan Simanjuntak, dalam bukuya Proses Belajar Mengajar halaman 59 ) menjelaskan bahwa motivasi adalah besarnya dorongan yang ditimbulkan adanya suatu sikap positif dari siswa, dalam hal ini adalah kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Belajar adalah proses perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan dan perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar bila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang. Belajar merupakan usaha yang dilakukan setiap manusia dalam rangka untuk mencapai sesuatu yang ingin dicapai. Belajar akan menimbulkan perubahan perilaku yang diperoleh melalui pengetahuan dan wawasan. Belajar merupakan aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan nilai sikap, perubahan itu bersifat relatif konstan.

Motivasi belajar adalah dorongan yang ditimbulkan oleh siswa untuk melakukan usaha dalam rangka mencapai sesuatu yang diinginkan. Indikasi motivasi belajar antara lain terlihat pada keaktifan dan partisipasi siswa dalam kelas.

D. Pembelajaran Kooperatif

Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001).

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.

Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa.

Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalah pahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (2000: 78) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.

2. Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 200:78-79)

a. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi ntuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.

b. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.

c. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok mengetahui siapa anggota yang memerluan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan kontribusi demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.

3. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dpat dikemukan sebagai berikut ini.

a. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, tujaun akademik (academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative skill objectives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik.

b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tidap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan, dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok belajar hendaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama menyelesaikan tugas. Ada beberapa pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh guru saat akan menempatkan siswa dalam kelompok. Keempat pertanyaan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Pengelompokkan siswa secara homogen atau heterogen? Pengelompokkan siswa hendaknya heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama, (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.

2) Bagaimana menempatkan siswa dalam kelompok? Ada dua jenis kelompok belajar kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada tugas (non-task-orientied), dan (2) yang berorientasi pada tugas (task oriented). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal Fisika berbentuk prosedur penyelesaian dan mencocokkan pendapatnya. Kelompok belajar yang berorientasi pada tugas menekankan adanya pembagian tugas yang jelas bagi semua anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa melakukan kunjungan ke kebun binatang sehinga harus disusun oleh panitia untuk menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara, seksi transportasi, seksi konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru mengenal belajar kooperatif dapat ditempatkan dalam kelompok belajar yang berorientasi pada tugas, dari jenis tugas yang sederhana hingga yang kompleks.

3) Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru. Kebebasan memilih teman sering menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh guru. Ada 3 teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat digunakan oleh guru. Ketiga teknik tersebu dapat dikemukakan sebagai berikut.

- Berdasarkan metode sosiometri. Melalui metode sosiometri guru dapat menentukan siswa yang tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas) hingga yang paling tidak disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri tersebut guru menyusun kelompok-kelompok belajar yang di dalam tiap kelompok ada siswa yang tergolong banyak teman, yang tergolong biasa, dan yang terisolasi.

- Berdasarkan kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 26 siswa dan guru ingin membentuk 10 kelompok belajar yang dari 1 hingga 10. selanjutnya, para siswa yang bernomorsama dikelompokkan sehingga terbentuklah 10 kelompok siswa dengan masing-masing beranggotakan 3 orang siswa yang memiliki karakteristik heterogen.

- Menggunakan teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar kemampuannya (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya. Setelah itu, secara acak siswa diambil dari kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam sejumlah kelompok-kelompok belajar yang heterogen.

c. Menentukan tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan.

d. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menetukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisFisika si dalam pencapaian tujaun pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada 3 macam cara untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

1) Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok harus bekerja sama untuk mempelajarinya.

2) Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar yang berbeda untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar juga dapat disajikan dalam bentuk “Jigsaw puzzle” shingga dengan demikian tiap siswa memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau menyelesaikan tugas.

3) Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antar kelompok yang memiliki kekuatan keseimbangan sebagai dasar untuk meningkatkan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok. Keseimbangan kekuatan antar kelompok pelu diperhatikan Karena pertanding antar kelompok yang memiliki kekuatan seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama dapat meningkatkan motivasi belajar.

e. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajara Fisika misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yaig lainnya sebagai penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, yang lainya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinya kerja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.

f. Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek tersebut dpat dikemukakan sebagai berikut.

1) Menyusun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari freustasi atau kebingungan. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami tugasnya dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.

2) Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa lampau.

3) Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti atau pengertian contoh kepada para siswa.

4)

5) Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para siswa mengenai tugas mereka.

g. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama. Menjelaskan tujaun dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan dengan contoh sebagai berikut.

1) Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan dapat menjelaskan alasan isi laporan tersebut.

2) Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula rasa kebersamaan antar anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling membantu agar masing-masing memperoleh skor hasil belajar yang optimal karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.

h. Menyusun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompk yang mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota yang tidak melakukan apa pun demi kelompok. Untuk menjamin agar seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar kelompok mengetahui adanya anggota kelompok yang memerlukan bantuan atau dorongan, guru harus sering melakukan pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari.

i. Menyusun kerja sama antar kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelomok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, para anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang memungkinkan semua potensi siswa bekembang optimal dan terintegrasi.

j. Menjelaskan kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion referenced). Pada awal kegiatan belajar guru hendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.

k. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerja sama atau gotong royong sering memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru perlu mendifinisikan perkataan kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah berada dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah menurut giliran,” dan sebagainya. Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat mencakup hal-hal sebagai berikut.

1) Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.

2) Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran baru dengan yang telah dipelajari sebelumnya.

3) Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok memahami bahan yang dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.

4) Mendorong semua anggota kelompok agar berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas.

5) Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh anggota lain.

6) Jangan mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran anggota lain tanpa penjelasan yang logis.

7) Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi.

l. antau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.

m. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas. Pada saat melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.

n. Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama. Pada saat memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif.

o. Menutup pelajaran. Pada saat pelajara berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, dan menjawab pertanyaan dan hasil belajar mereka.

p. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan hasil belajar mereka.

q. Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari berikutnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research. Rancangan PTK menurut Kemmis dan Mc. Taggar (Depdiknas, 2000: 6) adalah seperti gambar berikut :

Revisi

 
clip_image001clip_image002clip_image003

Refleksi

clip_image004

Observasi

Tindakan

clip_image005

Perencanaan

Gambar 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas

1. Rencana : adalah rencana tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau perubahan perilaku dan sikap sebagai solusi.

2. Tindakan : adalah apa yang dilakukan oleh peneliti/dosen/guru sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan.

3. Observasi : adalah mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa.

4. Refleksi : adalah peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan dari berbagai kriteria.

5. Revisi : adalah berdasarkan dari hasil refleksi ini, peneliti melakukan revisi terhadap rencana awal.

B. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas X F MAN Kota Blitar tahun ajaran 2008/2009.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian guna memperoleh data yaitu di MAN Kota Blitar Jl. Jati no. 78 Blitar.

2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada semester 2 tahun ajaran 2008/2009 .pada bulan bulan Oktober minggu ke 2 dan ke 4.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Silabus

2. Rencana Pembelajaran

3. Lembar Observasi

Lembar observasi yang digunakan terdiri atas :

a. Lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran kooperatif.

b. Lembar pengamatan pembelajaran kontekstual.

c. Lembar pengamatan ketrampilan kooperatif siswa.

d. Angket respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD.

e. Tes

E Metode Pengambilan Data

Perolehan data pada penelitian ini, yaitu dengan metode tes. Tes diperoleh dari hasil pre-tes sebelum pembelajaran dan post-tes setelah pembelajaran dengan menerapkan suatu model pembelajaran. Bentuk tes yang digunakan adalah pilihan ganda.

· Metode tes digunakan untuk mendapatkan data tentang prestasi belajar mata pelajaran Fisika, khususnya untuk materi Besaran vektor bagi siswa.

· Metode angket digunakan untuk mendapatkan data tentang minat belajar Fisika khususnya untuk materi Besaran vektor bagi siswa.

clip_image006clip_image007clip_image008clip_image007[1]clip_image009

clip_image010

clip_image011Gambar 3. Alur Pengambilan data dalam Penelitian Tindakan Kelas

Sebelum tes dilaksanakan dalam penelitian, perlu diadakan uji coba instrument untuk mengetahui validitas (tingkat kesahihan) dan reabilitas (tingkat keandalan) dan daya beda serta tingkat kesukaran tes agar memperoleh tingkat persyaratan tes yang berkriteria baik, yaitu valid, obyektif, dan ekonomis. (Arikunto, 2001).

F. Metode Analisis Data

1. Reliabilitas Instrumen Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Perhitungan reliabilitas digunakan untuk mengetahui baik-tidaknya instrumen. Instrumen dikatakan baik (reliabel) jika nilai reliabilitas yang diperoleh adalah ≥ 0,75 % atau ≥ 75 % ( Borich, 1995 : 385 ). Reliabilitas pengamatan dihitung menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

A − B

clip_image012 Persentase kesesuaian = ( 1 − ) x 100 %

A + B

dimana : A = frekwensi tertinggi pengamatan

B = frekwensi terendah pengamatan

Adapun kriteria yang digunakan sebagai berikut :

1 = kurang baik 3 = baik

2 = cukup baik 4 = sangat baik

2. Analisis Data Hasil Observasi Pengamatan Keterampilan Kooperatif

Siswa.

Data hasil observasi pengamatan ketrampilan kooperatif seswa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

A

clip_image013 Prosentase = x 100%

B

Keterangan:

A = Banyaknya frekwensi ketrampilan kooperatif siswa yang muncul

B = Jumlah total seluruh frekwensi ketrampilan kooperatif siswa yang muncul

0 komentar:

Post a Comment

Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
 
Copyright © 2015. Literatur Karya Ilmiah . N-A Shop.com
popok cuci ulang | popok cuci ulang | menstrualpad | Biohikmah | clodi banyuwangi| menspad | celana plastik | cloth diapers
Distributor Clodi 2015 Clodi murahCelana Lampin