MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAKNA ZAKAT BELAJAR NAMA-NAMA MALAIKAT DAN TUGASNYA DENGAN METODE PENUGASAN KELOMPOK PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS IV SD

/ On : 7:09 PM/ Terimakasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang sederhana ini. Semoga memberikan manfaat meski tidak sebesar yang Anda harapakan. untuk itu, berikanlah kritik, saran dan masukan dengan memberikan komentar. Jika Anda ingin berdiskusi atau memiliki pertanyaan seputar artikel ini, silahkan Tinggalkan Comentar Anda.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemahaman belajar tidak berkembang begitu saja tanpa dipupuk dan ditingkatkan. Perlu upaya yang serius dan terencana agar anak – anak berpemahaman terhadap pelajaran. Begitu juga pemahaman belajar ilmu pengetahuan sosial pada siswa Sekolah dasar. Sebagai contoh kelas IV di SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung. Berdasarkan pengamatan penulis sebagai guru Pendidikan Agama Islam, pemahaman belajar keempat puluh siswa itu sangat beragam. Ada yang berpemahaman ada pula yang kurang berpemahaman bahkan tidak berpemahaman . Kurangnya pemahaman itu ditunjukan dengan bukti banyaknya pekarjaan rumah yang tidak dikerjakan, banyak siswa yang tidak mau maju ke depan mengerjakan soal, banyak siswa yang kurang memperhatikan, tatapan matanya yang menyiratkan kegelisahan karena tidak bisa dan sejenisnya. Sehingga proses belajar menjadi kurang efektif.

Keadaan ini jika dibiarkan akan berakibat kurang baik. Sebab pemahaman belajar yang hilang akan menyebabkan hilangnya gairah belajar. Oleh karena itu sudah saatnya guru dan murid menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikan dan membangkitkan pemahaman sehinggga siswa aktif belajar. Untuk membuat anak - anak senang belajar diperlukan metode dan media yang berfariasi. Metode pembelajaran dan media pembelajaran yang menarik akan menyenangkan siswa untuk mengikuti pelajaran. Dengan senang terhadap pelajaran maka diharapkan pula pemahaman belajarnya akan meningkat.

Senang pada Pendidikan Agama Islam adalah modal paling utama dan pertama yang diperlukan untuk berpemahaman mata pelajaran dengan baik dan menyeluruh. Karena pemahaman belajar yang menjadi salah satu ukuran tinggi kurangnya prestasi siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam. Jika tinggi pemahaman nya, maka tinggi pula semangat belajarnya, namun jika pemahaman nya kurang, maka kurang pula semangatnya. Hal ini akan berakibat pada prestasi dan pengetahuanya terhadap pelajaran. Ini berarti pemahaman belajar menjadi variabel utama dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa.

Membangkitkan pemahaman kepada anak-anak memerlukan kesabaran dan waktu yang tidak pendek. Sejak awal siswa sudah harus belajar, sehingga pada jenjang pendidikan selanjutnya diharapkan pemahaman nya menjadi terus terpupuk dan terbina. Pemahaman belajar akan menimbulkan keaktifan dan disiplin dalam belajar. Untuk membangkitkan pemahaman fungsi guru Pendidikan Agama Islam selain sebagai pengajar dan pengawas juga sebagai peneliti dalam melaksanakan pelajaran. Karena itu pengembangan pemahaman di sekolah memerlukan pengawasan dan latihan dari guru Pendidikan Agama Islam.

Bahan pelajaran yang diberikan guru akan kurang memberikan dorongan kepada anak apabila penyampaiannya menggunakan strategi yang kurang tepat. Karena itulah kehadiran metode pembelajaran menempati posisi yang penting dalam penyampaian bahan pelajaran.

Bahan pelajaran yang disampaikan tanpa memperhatikan pemakaian metode pembelajaran justru akan mempersulit bagi guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Karena itu dapat dipahami bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara yang memiliki nilai strategis dalam kegiatan proses pembelajaran. Nilai strategisnya ialah metode pembelajaran dapat mempengaruhi jalannya kegiatan proses pembelajaran. Karena itu, guru sebaiknya memperhatikan dalam pemilihan dan penentuan metode pembelajaran sebelum kegiatan proses pembelajaran dilaksanakan di kelas.

Penggunaan metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Karena itu efektifitas penggunaan metode pembelajaran dapat terjadi apabila kesesuaian antara metode pembelajaran dengan semua komponen pembelajaran yang telah diprogramkan.

Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan proses pembelajaran ialah tercapainya tujuan pembelajaran. Apapun yang termasuk perangkat program pembelajaran dituntut secara mutlak untuk menunjang tercapainya tujuan. Kegagalan mencapai tujuan pembelajaran akan terjadi jika pemilihan dan penentuan metode pembelajaran tidak dilakukan dengan pengenalan terhadap karakteristik dari masing-masing metode pembelajaran.

Setiap metode pembelajaran mempunyai karakteristik masing-masing, tinggi itu mengenai kebaikannya ataupun kelemahannya. guru akan lebih mudah menetapkan metode pembelajaran yang paling sesuai untuk situasi dan kondisi yang khusus dihadapinya, jika berpemahaman sifat-sifat masing-masing metode pembelajaran tersebut.

Guna mencapai tujuan-tujuan itulah maka pelaksanaan pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah penting dilakukan dalam rangka meningkatkan pemahaman belajar, prestasi belajar, dan keaktifan belajar. Namun sayang tidak semua bagian materi Pendidikan Agama Islam menyenangkan bagi anak anak. Karena itu diperlukan sarana belajar dan suasana belajar yang menyenangkan. Terbatasnya sarana dan unsur penunjang menjadi kendala serius bagi guru Pendidikan Agama Islam untuk membangkitkan pemahaman . Padahal materi - materi yang harus dikuasai anak anak sangat banyak.

Menghadapi kendala ini maka penulis bersama siswa membuat model pembelajaran dengan metode penugasan kelompok. Setiap kelompok terdiri dari delapan orang siswa. Komposisi kemampuan siswa seimbang pada masing masing kelompok. Artinya ada siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang pada setiap kelompoknya. Masing – masing kelompok berlomba untuk menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Ketua kelompok membagi soal ke dalam kelompok sehingga semua siswa mengerjakan sesuai dengan kemampuannya.

Dengan cara ini maka kejenuhan, dan rasa kurang bergairah diharapkan menjadi hilang sehingga pemahaman makna zakat dapat ditingkatkan. Guna mengembangkan metode pembelajaran inilah penulis kemudian menjadikan masalah tersebut sebagai bahan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini akan mencoba mencari solusi dari permasalahan yang penulis hadapi selaku guru Pendidikan Agama Islam di kelas IV SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini penulis berikan judul : Meningkatkan Pemahaman Terhadap Makna Zakat Dengan Metode Penugasan Kelompok Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas IV SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung Banyuwangi

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang penulis ajukan pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah cara meningkatkan pemahaman terhadap makna zakat pada siswa kelas IV SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung ?

2. Apakah dengan metode penugasan kelompok dapat membangkitkan pemahaman dan aktifitas siswa dalam belajar Pendidikan Agama Islam pada siswa kelas IV SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung?

3. Sejauh manakah keberhasilan peningkatan pemahaman makna zakat yang dapat dicapai oleh siswa dengan metode penugasan kelompok tersebut pada siswa kelas IV SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Classroom Action Research ini adalah :

1. Meningkatkan pemahaman makna zakat belajar pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa kelas IV SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung sehingga kemampuan dan prestasinya meningkat ?

2. Meningkatkan dan membangkitkan pemahaman dan aktifitas siswa kelas IV SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung dalam belajar Pendidikan Agama Islam ?

3. Mengukur keberhasilan metode penugasan kelompok dalam meningkatkan pemahaman makna zakat siswa kelas IV SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung melalui kegiatan penelitian tindakan kelas

D. Hipotesa Tindakan

Hipotesa tindakan dalam CAR ini adalah :

1. Pemahaman makna zakat belajar siswa akan meningkat dengan metode penugasan kelompok.

2. Tugas guru akan lebih efektif dan kegiatan belajar menjadi optimal dengan metode penugasan kelompok.

3. Metode ini akan meningkatkan pemahaman yang lebih tinggi dan keaktifan belajar yang lebih tinggi pada siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi guru Pendidikan Agama Islam dalam upaya :

  1. Dengan penelitian ini akan dapat Meningkatkan pemahaman makna zakat belajar Pendidikan Agama Islam pada siswa sehingga kemampuan dan prestasinya meningkat.
  2. Dengan penelitian ini akan meningkatkan dan membangkitkan pemahaman dan aktifitas siswa dalam belajar Pendidikan Agama Islam.
  3. Melalui PTK ini maka guru dan siswa dapat mengukur keberhasilan metode penugasan kelompok dalam meningkatkan pemahaman makna zakat siswa melalui kegiatan penelitian tindakan kelas.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Tindakan Kelas ( PTK )

PTK atau CAR (Classroom Action Research) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru waktu ia mengajar. PTK memberikan penekanan dan penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktek pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

Tujuan PTK untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatkan mutu hasil instruksional; mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efesiensi; dan menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru. PTK menggambarkan sebagai suatu proses yang dinamis meliputi aspek perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi yang merupakan langkah berurutan dalam satu siklus atau daur yang berhubungan dengan siklus berikutnya. (Zainal Aqib; 2002)

Dasar pelaksanaan PTK dapat dijelaskan dalam kegiatan yang sistematis sebagai berikut, yaitu:

a. Identifikasi masalah

b. Perencanaan

c. Tindakan

d. Observasi

e. Refleksi

f. Perencanaan ulang

Apabila digambarkan, maka proses kegiatan penelitian dapat digambarkan dalam skema berikut:

clip_image001

Gambar : 1

Siklus PTK dalam bentuk Spiral oleh Hopkins ; 1993.


B. Metode Pembelajaran

a. Pengertian Metode pembelajaran

Metode secara harfiah berarti "cara". Dalam pemakaian yang umum metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis.

Menurut Hasibuan dan Moedjiono (1999:3) menyatakan bahwa:

"Metode mengajar ialah alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi proses pembelajaran. Dan karena strategi proses pembelajaran merupakan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran, maka metode mengajar merupakan alat pula untuk mencapai tujuan pembelajaran. "

Menurut Sumantri dan Johan Permata (1998:134) mengatakan bahwa :

"Metode mengajar merupakan cara-cara yang ditempuh Guru mata pelajaran untuk menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan dan mendukung proses pembelajaran dan tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. "

Pada dasarnya metode mengajar merupakan alat dan strategi guru dalam menyampaikan dan mengkomunikasikan pembelajaran kepada siswa melalui serangkaian cara dan strategi untuk mencapai hasil proses pembelajaran yang telah diprogramkan. Metode mengajar merupakan salah satu komponen esensial dari mengajar dan keterampilan mengajar yang tidak bisa dilepaskan dari kegiatan proses pembelajaran dan sangat menentukan keberhasilan suatu kegiatan proses pembelajaran.

Tidak ada satupun kegiatan pembelajaran yang tidak menggunakan metode pembelajaran. Ini berarti guru harus berpemahaman benar kedudukan dan hakekat metode pembelajaran yang salah satunya sebagai motivasi ekstrinsik bagi siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Dalam kegiatan proses pembelajaran jarang sekali guru menggunakan satu metode pembelajaran, tetapi dikan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai. Semakin tinggi penggunaan metode mengajar semakin berhasil dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan metode pembelajaran diartikan sebagai perbuatan guru dalam konteks aplikasi strategi proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses pembelajarannya senatiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan serta dapat berperan secara aktif sebagai subjek pembelajaran.

Bagian penting yang sering dilupakan ialah strategi proses pembelajaran yang sesungguhnya ialah melekat dalam metode pembelajaran mengajar. Namun, berbeda dari strategi mengajar, metode mengajar tidak langsung berhubungan dengan hasil pembelajaran yang dikehendaki. Artinya dibandingkan dengan strategi, metode pembelajaran umumnya kurang menekankan pada hasil tetapi cara, karena metode pembelajaran dianggap konsep yang lebih luas dari pada strategi. Tetapi orientasi akhirnya ialah pada tujuan yang hendak dicapai.

b. Fungsi Metode dalam Proses pembelajaran

Kegiatan proses pembelajaran yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi ialah suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan pembelajaran agar menimbulkan gairah bagi anak didik untuk pembelajaran. Untuk itu perlu mempersiapkan program pembelajaran dengan tinggi dan sistematis.

Salah satu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran ialah dengan penggunaan metode pembelajaran. Berdasar analisis, lahirlah pemahaman tentang kedudukan metode pembelajaran dalam pembelajaran, yakni :

1. Metode pembelajaran sebagai alat motivasi ekstrinsik

Sebagai salah satu komponen pembelajaran, metode pembelajaran menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan proses pembelajaran. Tidak ada satupun kegiatan proses pembelajaran yang tidak menggunakan metode pembelajaran. Ini berarti guru berpemahaman benar kedudukan metode pembelajaran sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan proses pembelajaran.

Dalam penggunaan metode pembelajaran guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas disamping harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Penggunaan metode pembelajaran harus juga diarahkan bagaimana untuk meningkatkan motivasi ekstrinsik siswa untuk pembelajaran. Metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan keinginan siswa akan menimbulkan kebosanan siswa dalam pembelajaran. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi siswa dan guru. Ini berarti metode pembelajaran tidak dapat digunakan sebagai motivasi ekstrinsik dalam kegiatan proses pembelajaran.

Akhirnya dapat dipahami bahwa penggunaan metode pembelajara yang tepat dan akan dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan proses pembelajaran.

2. Metode sebagai strategi pembelajaran

Dalam kegiatan proses pembelajaran, tidak semua siswa mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama, ataupun mampu berpemahaman pelajaran secara keseluruhan. Kemampuan dan potensi peserta didik berbeda. Untuk itu diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Metodelah salah satu jawabannya. Untuk siswa tertentu kadang-kadang lebih mudah menyerap materi pelajaran dengan tanya jawab, tetapi untuk kelompok yang lain, lebih mudah menyerap dengan metode pembelajaran demonstrasi ataupun eksprimen.

Karena itu dalam kegiatan proses pembelajaran, guru harus memiliki strategi dan metode pembelajaran agar anak didik dapat pembelajaran secara efektif dan efisien, dan mengenai pada tujuan yang diharapkan. Dengan demikian metode mengajar ialah strategi pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Metode pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan

Dalam kegiatan pembelajaran dirumuskan berbagai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Tujuan ialah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan proses pembelajaran. Tujuan ialah pedoman yang memberi arah kemana kegiatan proses pembelajaran akan dibawa dan diarahkan.

Metode pembelajaran digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Karena itulah penggunaan metode pembelajaran disesuaikan dan diarahkan dengan tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Karena itu guru sebaiknya menggunakan metode pembelajaran yang dapat menunjang kegiatan mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

c. Pemilihan dan Penentuan Metode Pembelajaran

Kegiatan proses pembelajaran ialah sebuah interaksi yang bernilai pendidikan. Di dalamnya terjadi interaksi edukatif antara guru dan peserta didik, ketika guru menyampaikan bahan pelajaran kepada anak didik di kelas. Bahan pelajaran yang diberikan guru akan kurang memberikan dorongan kepada anak apabila penyampaiannya menggunakan strategi yang kurang tepat. Karena itulah kehadiran metode pembelajaran menempati posisi yang penting dalam penyampaian bahan pelajaran.

Bahan pelajaran yang disampaikan tanpa memperhatikan pemakaian metode pembelajaran justru akan mempersulit bagi guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Karena itu dapat dipahami bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara yang memiliki nilai strategis dalam kegiatan proses pembelajaran. Nilai strategisnya ialah metode pembelajaran dapat mempengaruhi jalannya kegiatan proses pembelajaran. Karena itu, guru sebaiknya memperhatikan dalam pemilihan dan penentuan metode pembelajaran sebelum kegiatan proses pembelajaran dilaksanakan di kelas.

Penggunaan metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Karena itu efektifitas penggunaan metode pembelajaran dapat terjadi apabila kesesuaian antara metode pembelajaran dengan semua komponen pembelajaran yang telah diprogramkan.

Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan proses pembelajaran ialah tercapainya tujuan pembelajaran. Apapun yang termasuk perangkat program pembelajaran dituntut secara mutlak untuk menunjang tercapainya tujuan. Kegagalan mencapai tujuan pembelajaran akan terjadi jika pemilihan dan penentuan metode pembelajaran tidak dilakukan dengan pengenalan terhadap karakteristik dari masing-masing metode pembelajaran.

Setiap metode pembelajaran mempunyai karakteristik masing-masing, tinggi itu mengenai kebaikannya ataupun kelemahannya. guru akan lebih mudah menetapkan metode pembelajaranyang paling sesuai untuk situasi dan kondisi yang khusus dihadapinya, jika berpemahaman sifat-sifat masing-masing metode pembelajaran tersebut.

Pemilihan dan penentuan metode pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ialah :

a. Faktor dari siswa

Siswa dengan segala potensi yang dimiliki merupakan suatu dimensi yang mempengaruhi perkembangannya. Sekolah sebagai suatu lembaga yang mengarahkan potensi siswa untuk berkembang secara optimal, perlu menggunakan berbagai macam strategi dalam membantu perkembangannya secara optimal. Kegiatan pembelajaran sebagai suatu komponen utama dalam mengarahkan potensi tersebut, harus mampu menyesuaikan dengan kebutuhan siswa. Untuk itu dalam pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Dalam kenyataannya siswa memiliki potensi yang berbeda, ada yang lambat dan cepat berpikir, ada siswa pasif dan aktif, serta segala perbedaan biologis dan psikologis, menuntut guru untuk menyelaraskan dengan berbagai kebutuhan siswa. Untuk itu dalam pemilihan metode mengajarpun harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa.

b. Tujuan yang ingin dicapai

Metode pembelajaran digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah diprogramkan. Untuk itu dalam pemilihan metode pembelajaranyang akan digunakan harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Metode pembelajaran tertentu belum tentu sesuai dengan hasil pembelajaran yang ingin dicapai untuk kondisi tertentu pula. Untuk itu guru harus memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan metode pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

c. Situasi dan kondisi

Situasi dan kondisi proses pembelajaran yang tercipta oleh guru dan siswa tidak selalu sama secara terus menerus. Dalam beberapa hal guru menginginkan situasi di mana siswa dituntut untuk lebih aktif dan kreatif, maka dari itu tentu dibutuhkan strategi dan metode pembelajaran yang berbeda pula. Untuk itu pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang diharapkan bersama oleh guru dan siswa.

d. Fasilitas sekolah

Fasilitas merupakan suatu hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. Fasilitas ialah sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan proses pembelajaran itu sendiri. Lengkap atau tidaknya fasilitas pembelajaran itu akan mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran. Contohnya, tidak tersedianya laboratorium IPA, kurang mendukung penggunaan metode pembelajaran eksprimen ataupun metode pembelajaran demonstrasi, dan sebagainya.

e. Faktor dari Guru

Faktor dari guru merupakan komponen yang sangat menentukan dalam pemilihan dan penentuan metode pembelajaran, . Kepribadian, latar belakang dan tingkat pendidikan, pengalaman mengajar ikut menentukan pemilihan metode pembelajaran.

Guru yang mempunyai kemampuan berkomunikasi yang tinggi akan memilih metode pembelajaran ceramah, tanya jawab dan diskusi, mungkin berbeda metode pembelajaran yang dipilih oleh guru yang kurang memiliki kemampuan berkomunikasi yang tinggi. Latar belakang pendidikan juga mempengaruhi kompetensi, penguasaan dan keterampilan guru terhadap materi tertentu. Untuk guru yang berkompeten akan mudah memilih metode pembelajaran sesuai dengan kompetensinya begitupun juga dengan pengalaman mengajar turut menentukan pemilihan dan penentuan metode. guru yang sudah berpengalaman tentu akan lebih mudah dalam menentukan metode pembelajaran siswa yang paling cepat untuk mencapai tujuan.

d. Macam-macam Metode pembelajaran.

Metode pembelajaran, sangat beragam dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Beberapa metode mengajar diantaranya :

  1. Metode ceramah
  2. Metode tanya jawab
  3. Metode proyek

4. Metode eksprimen

  1. Metode pemberian tugas
  2. Metode diskusi
  3. Metode penugasan kelompok
  4. Metode demonstrasi
  5. Metode simulasi
  6. Metode inkuiri

C. Metode Penugasan kelompok

Metode penugasan kelompok dalam rangka pembelajaran dijelaskan oleh Zuhairini, dkk sebagai berikut: “ Metode penugasan kelompok adalah kelompok kerja dari kumpulan beberapa individu yang bersifat paedagogis yang didalamnya terdapat adanya hubungan timbal balik (kerja sama) antara individu serta saling percaya mempercayai” ( 1983:99). Metode penugasan kelompok

Metode pembelajaran dengan penugasan kelompok ialah metode mengajar dengan mengkondisikan peserta didik dalam suatu group atau kelompok sebagai satu kesatuan dan diberikan tugas untuk dibahas dalam kelompok tersebut. Penugasan kelompok ini menitikberatkan kepada interaksi antara anggota kelompok untuk menyelesaikan tugas pembelajaran secara bersama-sama.

Penggunaan metode pembelajaran penugasan kelompok bertujuan untuk memupuk kemauan dan kemampuan kerja sama di antara para peserta didik. meningkatkan keterlibatan sosio-emosional dan intelektual siswa dalam proses proses pembelajaran dan meningkatkan perhatian terhadap proses dan hasil dari proses proses pembelajaran secara seimbang. Kelebihan dari metode pembelajaran penugasan kelompok ialah membuat siswa aktif mencari bahan untuk menyelesaikan tugasnya, menggalang kerja sama dan kekompakan dalam kelompok, mengembangkan kepemimpinan siswa dan pembelajaran keterampilan berdiskusi dan proses kelompok.

Keterbatasan penggunaan metode pembelajaran penugasan kelompok ialah kemampuan siswa yang tidak merata, terdapat siswa yang aktif dan pasif, memerlukan fasilitas yang beragam dan sumber-sumber pembelajaran yang yang harus disediakan.

Selanjutnya masih menurut Zuhairini dikemukakan pula bahwa metode penugasan kelompok tepat dipergunakan :

1. Apabila dalam keadaan kekurangan alat atau sarana pendidikan di dalam kelas.

2. Apabila terdapat perbedaan kemampuan individuil anak- anak sehingga terjadi kerjasama antara siswa yang pandai dengan yang kurang pandai sehingga terjadi saling membantu.

3. Apabila pemahaman individuil diantara anak anak berbeda beda.

4. Apabila terdapat beberapa buah unit pekerjaan yang perlu diselesaikan dalam waktu yang bersamaan.

Dari pendapat diatas maka jelas bahwa praktik mahluk hidup harus dialakukan bersama sama dan dilaksanakan di luar kelas. Karena itu memerlukan penugasan kelompok.

Sedangkan Zuharini dkk, menjelaskan bahwa metode penugasan kelompok memiliki kekurangan dan kelebihan sebagai berikut :

a. Kebaikan metode penugasan kelompok:

1. Kegiatan kelompok siswa akan meningkatkan kualitas kepribadian, seperti kerja sama, toleransi, kritis dan disiplin.

2. Timbul persaingan positif, karena siswa akan lebih giat bekerja dalam kelompok masing masing.

3. Siswa yang pandai dalam kelompoknya dapat membantu teman – temanya yang kurang pandai, terutama dalam memenangkan kompetisi kelompok.

b. Kekurangan Metode penugasan kelompok :

1. Memerlukan persiapan yang agak rumit dan lebih panjang seperti membagi kelompok secara berimbang.

2. Apabila terjadi persaingan negatif, hasil keja semakin buruk.

3. Bagi anak anak yang malas ada kesempatan untuk tetap pasif dalam kelompok dan akan mempengaruhi kinerja kelompok. ( 1983;100 )

Saran penggunaan metode penugasan kelompok:Jumlah anggota kelompok jangan terlalu besar, sedang empat atau enam orang siswa saja. Pembentukan kelompok hendaknya dilakukan secara demokratis dengan mempertimbangkan pemahaman dan kemampuan siswa. Kemampuan anggota kelompok hendaknya berimbang dalam hal kemampuan antara yang pandai dan kurang pandai.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa metode penugasan kelompok memiliki kelemahan dan kebaikan, karena itu dalam penelitian ini penulis memperhatikan saran saran penggunaan yang diterangkan diatas.

D. Pemahaman Belajar

Pemahaman dalam pandangan para ahli sering kali terjadi perbedaan pendapat, hal ini sangat wajar sebab dalam berpendapat para ahli menggunakan sudut pandang yang berbeda, termasuk dalam menggunakan dasar atas penguasaan disiplin ke-ilmu-an yang mereka tekuni. Akan tetapi, adanya perbedaan pandangan diharapkan tidak menambah kerancuan dan pertentangan, melainkan justru dapat menambah khasanah dan cakrawala pandang yang lebih ragam tentang definisi pemahaman itu sendiri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 838) menyebutkan, "Pemahaman adalah perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, pendapat atau keyakinan". Sementara itu, menurut Afifuddin, "Pemahaman adalah kecenderungan untuk menolak atau menerima objek berdasarkan atas penilaian tinggi atau buruk" (Afifuddin; 1988: 111). Adapun menurut Slameto, " Pemahaman merupakan sesuatu yang dipelajari dan pemahaman menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan bagaimana individu dalam kehidupan" (Slameto; 1991: 188).

Berdasarkan beberapa kutipan pendapat tentang pemahaman di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemahaman adalah sesuatu perbuatan menolak atau menerima yang berdasarkan pada pendirian atau keyakinan serta penilaian tinggi atau buruk, untuk menentukan apa yang dicari dan akan diperoleh dalam kehidupan individu.

2. Komponen dan Subyek Pemahaman .

Selain pengertian-pengertian pemahaman di atas, dipandang perlu kita berpemahaman tentang komponen-komponen yang terdapat dalam pemahaman , bahwa pemahaman sebagai suatu tindakan atau perbuatan tidak terlepas dari sistem organisasi pembentukan pemahaman . Sehingga Winkel (1983: 30) menyebutkan bahwa pemahaman merupakan sistem organisasi. Lebih lanjut ia mengatakan, "Pemahaman merupakan suatu sistem organisasi dari tiga buah komponen yaitu komponen kognisi, komponen perasaan dan komponen kecenderungan bertindak, di mana selanjutnya kognisi, perasaan dan kecenderungan bertindak dari seseorang dalam menghadapi suatu objek disebut pemahaman seseorang terhadap objek itu".

Sebagai suatu sistem organisasi, ada hubungan yang erat antara komponen pemahaman yang satu dengan yang lainnya. Artinya, kognisi individu terhadap suatu objek akan mempengaruhi perasaan dan kecenderungan bertindak dari individu itu terhadap objek yang dihadapi. Demikian pula jika terjadi perubahan kognisi terhadap suatu objek akan menghasilkan perubahan perasaan dan kecenderungan bertindak dalam suatu individu, sehingga perkembangan seseorang akan berimplikasi pada perubahan dan perkembangan pemahaman dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Idam Khalid, dkk, yang mengemukakan, "Jika individu berkembang maka kognisi, perasaan dan kecenderungan bertindak (yang merupakan komponen pemahaman ; pen) dalam menghadapi suatu objek juga akan berkembang" (Idam Khalid, dkk; 1993: 9).

Dari paparan di atas dapat diartikan bahwa pemahaman berkembang sesuai dengan perkembangan usia kronologis dan ditambah dengan besarnya pengamatan yang dilakukan oleh individu. Adapun sistem pemahaman yang dimiliki oleh setiap individu mempunyai susunan yang sangat komplek dan rumit. Sehingga pemahaman individu dalam menghadapi suatu problem dapat dimungkinkan sama atau berbeda dengan tanggapan dan pemahaman individu lainnya. Hal ini disebabkan karena pemahaman setiap individu dalam menghadapi suatu objek tertentu sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen pembentuk pemahaman tergantung pada sejauh mana ke-komplek-an sistem pemahaman yang dipunyai oleh masing-masing individu. Semakin kuat komponen komponen pembentuk pemahaman mempengaruhi, termasuk nilai kekuatan saling pengaruh mempengaruhi antar komponen dan semakin kompleknya sistem pemahaman , maka semakin tinggi pula nilai kekuatan pemahaman yang dimunculkan oleh seseorang terhadap suatu objek yang dipemahaman i. Nilai kekuatan yang terdapat dalam pemahaman dinyatakan sebagai valensi pemahaman . Hal ini dikemukakan oleh Wingkel dengan menjelaskan, "Valensi menunjukkan derajad kepositifan atau kenegatifan dari komponen kognisi, perasaan dan kecenderungan bertindak dari suatu sistem pemahaman " (Winkel; 1993: 30).

Adapun objek dari pemahaman adalah segala sesuatu yang dihadapi oleh individu. Namun menurut Idham Khalid, dkk, " Individu tidak selalu mengambil pemahaman terhadap setiap objek yang ada pada lingkungan. Individu akan memberikan tanggapan apabila tertarik terhadap masalah itu. Selama jenis masalah yang dihadapi oleh individu terbatas, maka jumlah pemahaman yang ditunjukkan juga terbatas", (Idham Kholid, dkk; 1993: 13).

Sampai pada pernyataan terakhir di atas penulis perlu memberi penjelasan tanggapan bahwa yang dimaksud dengan kalimat "Individu tidak selalu mengambil pemahaman terhadap setiap objek yang ada pada lingkungan" adalah bukan berarti tidak berpemahaman melainkan pemahaman yang ada cenderung tidak tampak kepermukaan karena dianggap kurang penting atau terlalu kecilnya objek (masalah) yang dihadapi atau individu berpemahaman acuh tak acuh.

3. Komponen Pemahaman

Sebagaimana yang dikemukakan dalam pengertian pemahaman bahwa komponen pemahaman pada dasarnya terdiri dari kognisi, perasaan dan kecenderungan bertindak. Komponen-komponen dasar tersebut dapat dijabarkan dalam sub komponen yang lebih terinci. Idham Kholid, dkk, dengan merujuk para pakar utamanya pendapat Winkel (1983) memaparkan rincian sub komponen kognisi, perasaan dan kecenderungan bertindak sebagai berikut:

"Komponen kognisi mencakup kepercayaan individu terhadap suatu objek, misalnya kepercayaan siswa terhadap pengertian atau teori keilmuan, sejarah pendidikan dan keilmuan, konsep-konsep ilmu pengetahuan, manfaat dan fungsi pendidikan, dan sebagainya sehingga dalam evaluasinya kognisi mencakup rasa senang atau tidak senang keinginan atau ketidakinginan serta kebaikan atau keburukan dari suatu objek tertentu. Komponen perasaan mencakup perasaan positif dan negatif terhadap suatu objek ketika pemahaman individu dikaitkan dengan objek. Komponen perasaan berkaitan erat dengan beban emosional individu terhadap suatu objek, sehingga menimbulkan rasa suka atau tidak suka. Jika individu memiliki perasaan positif terhadap suatu objek, maka individu itu dalam dirinya akan timbul dorongan untuk mendekati (tidak menjauhi; pen. ), senang memperbincangkannya bahkan memberikan pembelaan terhadap objek itu.

Sebaliknya jika dalam diri individu memiliki perasaan negatif maka akan mendorong individu itu untuk menjauhi, menghindari atau mengabaikan objek itu tanpa peduli akan kebenarannya. Adapun komponen kecenderungan bertindak meliputi perangai atau tingkah laku yang tercermin dalam tindakan positif maupun negatif. Komponen kecenderungan bertindak sangat dipengaruhi oleh dua komponen sebelumnya. Sehingga apabila individu memiliki pengakuan yang tinggi melalui kepercayaan dirinya terhadap suatu objek dan dalam perasaannya hadir emosional positif, maka kecenderungan bertindaknya akan positif. Individu itu akan menjadikan objek sebagai teman hidup, menghadiahi, merawat dan kalau objek itu adalah pendidikan maka individu yang dimaksud akan bersungguh-sungguh menekuni, mempelajari dan berusaha semaksimal mungkin untuk menguasai ilmu-ilmu yang ada dalam dunia pendidikan. Tetapi sebaliknya, jika individu memiliki pengakuan yang tidak tinggi (tidak percaya; pen. ) terhadap sesuatu objek dan dalam perasaannya hadir emosional negatif maka kecenderungan bertindaknya akan negatif. Artinya individu itu boleh jadi akan bertindak membenci, menghalangi, menghukum, merusak atau bahkan berbuat yang membahayakan objek tersebut".

Jika kita menelaah paparan di atas, kita dapat simpulkan bahwa setiap sub komponen yang mewarnai komponen dasar pemahaman seseorang secara hirarkis lebih cenderung berawal dari tanggapan kognisi dalam pikiran kemudian mempengaruhi kejiwaan pemahaman dalam perasaan dan bermuara pada ekspresi pemahaman dalam `action' atau `tindakan'.

4. Pembentukan Pemahaman

Pemahaman yang muncul di tengah-tengah lingkungan oleh individu tertentu hakekatnya merupakan aksi sosial dalam menanggapi suatu objek. Sebagai aksi sosial pemahaman timbul dari dorongan individu sendiri dan juga dari dorongan lingkungannya. Dorongan dari dalam dirinya pada umumnya berupa pemahaman terhadap suatu objek; sedangkan pengaruh lingkungan dapat berupa informasi-informasi yang diserap oleh individu. Makin besar pemahaman dan makin banyak informasi yang diterima oleh individu makin kompleks pula pemahaman yang dimilikinya.

Adapun cara-cara terbentuknya pemahaman melalui beberapa macam cara. Dalam hal ini, peneliti menyadur pendapat Slameto (1991) antara lain:

1. Melalui pengalaman yang berulang-ulang atau dapat pula melalui pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam (pengalaman traumati);

2. Melalui imitasi, peniruan yang terjadi tanpa disengaja atau pula dengan sengaja. Dalam hal terakhir ini, individu harus mempunyai pemahaman dan rasa kagum terhadap model, di samping itu diperlukan pula pemahaman dan kemampuan untuk mengenal dan mengingat model yang hendak ditiru;

3. Melalui sugesti, dalam hal ini seseorang membentuk suatu pemahaman terhadap objek tanpa alasan dan pemikiran yang jelas, melainkan semata-mata karena pengaruh yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pandangannya;

4. Melalui identifikasi, di sini seseorang meniru orang lain atau organisasi tertentu yang didasari oleh suatu keterikatan emosional sifat. Meniru dalam hal ini lebih banyak berusaha menyamai. Identifikasi seperti ini sering terjadi antara anak dan orang tua, bawahan dengan pemimpin atau siswa dengan guru.

Selain itu, hal-hal yang juga mendorong terbentuknya pemahaman , penulis mengemukakan pendapat Soeitoe yang dikutip oleh Assy'ari (1999: 13), yang menyatakan: "Yang mendorong terhadap terbentuknya pemahaman antara lain: (1) untuk memenuhi kebutuhan, (2) diterimanya informasi dari lingkungan dan (3) terjadinya kelompok afiliasi individu".

Berdasarkan pendapat Soeitoe di atas, Assy'ari menjelaskan bahwa individu dalam menghadapi masalah akan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya sehingga individu itu secara praktis akan mengembangkan pemahaman sukanya apabila dirasa objek yang dihadapi dapat memenuhi kebutuhan dan akan pasif apabila objek yang dihadapi tidak sanggup memenuhi kebutuhannya. Itulah sebabnya proses pemenuhan kebutuhan merupakan salah satu faktor pembentuk pemahaman . Hal-hal yang dapat ditemukan di tengah­-tengah masyarakat tentang pemahaman seperti apabila individu berhadapan dengan masyarakat yang mampu memberikan fasilitas maka dalam diri individu akan timbul rasa puas, sehingga terbentuk pemahaman positif terhadap masyarakat di sekitarnya. Namun sebaliknya apabila objek (masyarakat) tidak sanggup memberikan fasilitas atau bahkan menghalangi individu dalam mencapai kebutuhannya maka akan timbul frustasi pada diri individu sehingga terbentuk pemahaman negatif terhadap masyarakat dan sekitarnya.

Sedangkan yang berkenaan dengan penerimaan informasi tinggi melalui media baca, radio, atau pun televisi, setiap individu akan sanggup menerima dan menanggapi secara selektif. Informasi dalam hal ini, dapat berupa fakta­-fakta ilmu pengetahuan, etika dan estetika. Dengan menanggapi fakta-fakta akan timbul kepercayaan terhadap fakta-fakta yang pada akhirnya bermuara pada terbentuknya pemahaman . Besarnya tingkat kepercayaan individu terhadap fakta sangat tergantung pada otoritas dari fakta itu sendiri, yaitu yang berkaitan dengan sumber fakta. Untuk masyarakat ilmiah, kepercayaan terhadap fakta akan lebih tinggi apabila sumber fakta berasal dari ilmuan, sedangkan untuk masyarakat yang agamis, tingkat kepercayaan terhadap fakta akan lebih tinggi apabila bersumber dari tokoh agama, seperti alim 'ulama.

Informasi yang dapat diserap oleh individu juga tergantung pada otoritas individu. Individu dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang lebih tinggi akan dapat menyerap informasi lebih banyak dibandingkan dengan individu yang tingkat pendidikan dan penghasilannya lebih kurang.

Sementara itu Yasak (2001: 23) berpendapat, "beberapa pemahaman individu yang dibentuk akibat terbentuknya kelompok afiliasi individu mencerminkan kecenderungan kepercayaan, nilai dan norma kelompok. Dan kecenderungan itulah yang secara otomatis menjadi pendukung pembentukan pemahaman masing­-masing individu dalam kelompok afiliasi. Seseorang akan menjadi anggota kelompok, apabila kelompok afiliasi dianggap dapat memenuhi kebutuhannya untuk mencapai cita-cita". Oleh sebab itu, dalam satu kelompok biasanya beranggotakan individu-individu yang mempunyai kebutuhan mirip antara yang satu dengan yang lainnya. Tujuan utama dari kelompok sangat mencerminkan tujuan umum para anggotanya, sehingga kelompok yang lebih spesifik seperti kelompok ilmiah lebih mudah memenuhi kebutuhan anggotanya dibandingkan kelompok umum seperti himpunan siswa atau himpunan kemasyarakatan pemuda.

5. Perubahan Pemahaman

Selain faktor-faktor pembentuk pemahaman di atas terdapat pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemahaman , yaitu perasaan dan pemahaman . Menurut Afifuddin (1988), “Perasaan yaitu keaktifan psikis yang menghayati nilai-nilai dari suatu objek". Selanjutnya menurut Abu Ahmadi, "Perasaan adalah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subjektif” (Abu Ahmadi; 1983:58).

Perasaan merupakan faktor psikis non-intelektual yang sangat berpengaruh terhadap kegairahan bertindak. Dengan perasaan, seseorang akan mengadakan penilaian-penilaian terhadap pengalaman-pengalaman (bagi siswa pengalaman di sekolah). Penilaian positif akan menimbulkan perasaan senang, tenteram, bahagia, puas, simpati dan lain sebagainya. Sedangkan penilaian negatif dapat menimbulkan perasaan cemas, kecewa, resah, gelisah, enggan, takut, benci dan lain sebagainya. Perasaan sebagaimana di atas merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan pemahaman , tinggi pemahaman menerima atau menolak. Perasaan senang yang menimbulkan pemahaman positif pada akhirnya akan menimbulkan adanya suatu pemahaman . Hal ini didukung oleh W. J. S. Poerwadarminto yang mengemukakan, "Pemahaman merupakan perhatian, kesukaan (kecenderungan hati kepada sesuatu keinginan)" (Poerwadarminto; 1985: 150).

Adapun menurut Kamus Basar Bahasa Indonesia juga mendefinisikan, "pemahaman adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap suatu keinginan" (Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; 1989:583). Jadi, dalam kaitannya dengan masalah belajar di sekolah atau dalam proses pendidikan, ada hubungan yang sangat erat antar pemahaman , perasaan dan pemahaman .

Ada dua macam perubahan pemahaman yang terjadi dalam diri individu, yaitu perubahan yang bersifat incongruent dan perubahan yang bersifat congruent. Kedua macam perubahan ini dapat terjadi karena ada pergeseran nilai-nilai pemahaman dalam diri individu sebagai akibat pengaruh kematangan usia, pengamatan dan tanggapan. Perubahan yang bersifat incongruent terjadi apabila ada pergeseran nilai yang sangat kontradiktif, yaitu pergeseran dari positif ke arah negatif atau sebaliknya, misalnya dari menyenangi pendidikan menjadi membenci pendidikan. Perubahan yang bersifat congruent terjadi apabila dalam proses perubahan penguatan dari nilai pemahaman yang telah dipunyainya. Hal ini dapat terjadi dari positif ke arah yang lebih positif atau negatif ke arah yang lebih negatif. Apabila terjadi perubahan yang bersifat congruent akan terjadi peningkatan multiplisitas, konsistensi dan saling berhubungan antara pemahaman yang ada.

Perubahan pemahaman , tinggi yang bersifat incongruent maupun congruent dapat terjadi sepanjang hidup individu. Perubahan pada individu yang sudah dewasa lebih sulit terjadi dibanding dengan individu yang belum dewasa, karena menurut Sumadi Subrata (1986), "Sistem pemahaman yang dimiliki individu lebih tinggi multiplisitas, konsistensi dan interrelated nessnya dibandingkan dengan individu yang belum dewasa".

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem pemahaman individu yang sudah mencapai kedewasaan lebih dapat dipercaya dalam pengukurannya dibandingkan dengan yang belum mencapai kedewasaan.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek Tindakan

Dalam penelitian tindakan kelas ini yang menjadi objek tindakan adalah :

1. Kerjasama siswa dalam menyelesaikan soal Pendidikan Agama Islam dengan metode penugasan kelompok.

2. Pemahaman siswa dalam penugasan kelompok yang ditunjukan dengan keseriuasan mengerjakan soal, menghitung, dan mencari jawaban.

B. Setting / Subjek Penelitian

Setting atau lokasi dalam penelitian tindakan kelas ini adalah SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung Kabupaten Banyuwangi, Kelas IV dengan jumlah siswa yang menjadi subjek adalah 40 siswa, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2006/2007. Materi pembelajaran yang di PTK kan adalah “Zakat”.

C. Metode Pengumpulan Data

clip_image002Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan catatan observasi dan hasil evaluasi yang dilakukan sejak awal hingga sampai siklus ketiga, bersama-sama dengan mitra kolaborasi guru Pendidikan Agama Islam kelas IV SDN 2 Kesilir Kecamatan Siliragung Banyuwangi.

Catatan observasi digunakan untuk mengetahui peningkatan kerjasama, keaktifan dan kemampuan siswa dalam proses menyelesaikan soal. Sedangkan evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal yang sudah dibagikan.. Pada bagian refleksi, dilakukan analisa data mengenai proses, masalah dan hambatan yang dijumpai, kemudian dilanjutkan dengan refleksi hasil yang dapat dicapai setelah pelaksanaan pembelajaran. Bagian terpenting dari refleksi ini adalah melakukan evaluasi terhadap keberhasilan pembelajaran dan target tujuan yang ingin dicapai.

D. Metode Analisis Data

Data hasil observasi pembelajaran dianalisis bersama-sama dengan mitra kolaborasi, kemudian ditafsirkan berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman guru. Sedangkan hasil belajar siswa (evaluasi) dianalisis berdasarkan ketuntasan belajar siswa. Dari hasil analisis ini dapat diketahui apakah hipotesa penelitian yang sudah ditentukan dapat dibuktikan atau belum dapat dibuktikan.

Sebagai instrumen observasi untuk mengukur pemahaman belajar digunakan komponen pemahaman menurut Winkell ( 1983 ), maka komponen yang diobeservasi adalah ;

  1. komponen kognisi, meliputi kemampuan menyelesaikan soal.
  2. komponen perasaan, meliputi perasaan senang, gembira, dan cepat mengerjakan tugas.
  3. komponen kecenderungan bertindak, diukur dengan skala sikap.

Sedangkan untuk mengukur keaktifan siswa digunakan instrumen observasi yang dikembangkan sendiri oleh penulis meliputi :

  1. Duduk dengan tenang
  2. Memperhatikan keterangan guru
  3. Tekun dalam mengerjakan soal
  4. Bertanya kepada teman atau guru jika tidak jelas

0 komentar:

Post a Comment

Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
 
Copyright © 2015. Literatur Karya Ilmiah . N-A Shop.com
popok cuci ulang | popok cuci ulang | menstrualpad | Biohikmah | clodi banyuwangi| menspad | celana plastik | cloth diapers
Distributor Clodi 2015 Clodi murahCelana Lampin